Neo Px sejatinya tanaman. Namun, Neo Px adalah hasil dari rekayasa hayati di laboratorium.
Tampilannya sepintas terlihat seperti tanaman sirih gading biasa, dengan daun berwarna hijau berbintik-bintik putih. Namun, dari namanya, Neo Px mengingatkan kita pada sejenis mesin atau robot baru.
Tampilan Neo Px, tanaman hasil rekayasa genetika. Memanfaatkan ilmu mikrobioma, para ilmuwan telah berhasil meningkatkan kemampuan tanaman sirih gading ( Epipremnum aureum ), sejenis pothos , dalam menghilangkan polutan udara berbahaya yang jauh lebih ampuh dibandingkan tanaman aslinya.
Tanaman ini didesain untuk memurnikan udara dalam ruangan pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak hanya menangkap partikel pencemar, tanaman ini juga diklaim dapat menghilangkan dan mendaur ulang beberapa polutan paling berbahaya di dalam ruangan.
”(Neo Px) setara 30 tanaman hias biasa dalam hal pemurnian udara,” kata Lionel Mora, salah satu pendiri startup Neoplants, seperti dilaporkan AFP pada Minggu (2/6/2024).
Neoplants merupakan perusahaan bioteknologi rintisan dari Perancis. Fokusnya pada penciptaan tanaman hasil rekayasa genetika.
Memanfaatkan ilmu mikrobioma, para ilmuwan telah berhasil meningkatkan kemampuan tanaman sirih gading (Epipremnum aureum), sejenis pothos, dalam menghilangkan polutan udara berbahaya yang jauh lebih ampuh dibandingkan tanaman aslinya.
AFP Lionel Mora, salah satu pendiri startup Prancis Neoplants, berpose di dalam rumah kaca tempat mereka menanam sirih gading Marble Queen yang telah direkayasa, di Lodi, California.
Dalam dokumen yang dikeluarkan Neoplants, tanaman Neo Px dirancang untuk mengatasi kontaminan gas, termasuk senyawa organik yang mudah menguap atau volatile organic compounds (VOC). Seperti diketahui, polusi udara dalam ruangan dapat dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu partikulat (PM) dan VOC.
Di antara polutan VOC yang paling berbahaya dan sulit diatasi adalah benzene, toluene, ethylbenzene dan xylene (BTEX). Selain berasal dari luar ruangan, VOC juga bisa bersumber dari bahan-bahan di dalam ruangan itu sendiri.
Oleh karena itu, membuka jendela tidak akan banyak membantu karena polusi VOC dapat berasal dari pelarut, lem, dan cat, sehingga dapat bersembunyi di produk pembersih, furnitur, dinding, hingga aktivitas manusia, seperti memasak atau merokok.
Sudah banyak studi yang memperingatkan dampak buruk VOC dalam ruangan, tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik, tetapi juga mengganggu kognitif dan mental. Paparan BTEX, misalnya, juga telah dikaitkan dengan masalah kesehatan, seperti asma pada masa kanak-kanak.
Penyerap polusi
Gagasan menggunakan tanaman sebagai pembersih polusi udara sebenarnya bukan hal baru. Pada tahun 1989, Badan Penerbangan dan Antariksa (NASA) AS meluncurkan proyek penelitian. Dipimpin ahli NASA, Wolverton, salah satu tujuannya mempelajari dukungan kehidupan biologis sistem untuk perjalanan luar angkasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan, berbagai tumbuhan dan mikroorganisme terkaitnya memiliki sifat penghilangan yang menarik untuk beberapa VOC.
Neoplants berencana memproduksi tanaman hasil rekayasa genetika yang metabolismenya akan langsung melakukan pekerjaan pemurnian udara.
Hal ini memicu persepsi masyarakat luas bahwa tanaman dalam pot berdampak positif terhadap kualitas udara dalam ruangan, dipicu oleh sejumlah artikel tentang ”Tanaman Terbaik untuk Menjernihkan Udara di Rumah Anda”.
Akan tetapi, bertentangan dengan kepercayaan umum, meski kemampuan tanaman menyerap beberapa VOC telah terdokumentasi dengan baik dalam penelitian laboratorium, pengaruh tanaman pot biasa terhadap udara dalam ruangan sangat kompleks.
Baca juga: Produk Rekayasa Genetika untuk Keamanan Pangan, Penolakan Masih Terjadi
Kemampuan tanaman untuk membersihkan udara dari pencemaran juga relatif terbatas sehingga diperlukan lusinan tanaman hias dalam pot, dan hal ini tidak praktis.
Itu juga yang membuat Neoplants merekayasa genetika tanaman yang ada dan dikenal mampu menyerap polusi udara, yaitu sirih gading. Tanaman ini kemudian dimodifikasi genetikannya sehingga kemampuannya dalam menyerap udara menjadi lebih efektif, diklaim bisa 30 kali lebih tinggi dari tanaman aslinya.
Simbiosis dengan bakteri
Pembuatan Neo Px diawali kolaborasi Mora dengan Patrick Torbey, peneliti penyuntingan genom, yang bermimpi menciptakan organisme hidup ”dengan tujuan khusus”.
”Ada tanaman di sekitar kami, dan kami berpikir bahwa fungsi paling kuat yang dapat kami tambahkan pada tanaman tersebut adalah untuk memurnikan udara,” kata Mora.
Pada April 2025, perusahaan ini untuk pertama kalinya meluncurkan Neo Px ke pasar Amerika Serikat setelah mendapat persetujuan dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA).
AS dipilih sebagai pasar pertama karena belakangan semakin banyak orang di negeri ini yang tergantung pada alat pembersih udara akibat polusi udara.
Neo Px tidak menyerap bahan kimia itu sendiri. Tanaman ini dijual dengan harga mulai 120 dollar AS dengan kemasan bubuk yang mengandung mikrobioma, yang pada dasarnya merupakan strain bakteri.
”Bakteri ini menghuni akar, tanah, dan daun tanaman,” kata Torbey.
Mikroorganisme ini berfungsi sebagai bioreaktor mini yang meningkatkan kapasitas bawaan tanaman untuk menangkap dan mendegradasi VOC. ”Tanaman (Neo Px) menciptakan ekosistem bagi bakteri. Jadi kita memiliki sistem simbiosis antara tanaman dan bakteri,” katanya.
NEO PX WHITE PAPER-NEOPLANTS. Hasil uji menunjukkan, Neo Px jauh lebih efektif menyerap polusi udara dalam ruangan dibandingkan tanaman aslinya dan tanaman-tanaman lain.
Tanaman Neo Px diharapkan bisa melengkapi pembersih udara konvensional, seperti filter HEPA yang dirancang untuk menghilangkan partikel debu dan asap. Menargetkan polutan gas BTEX, Neo Px menjawab kebutuhan kritis tersebut.
Melalui aksi mikroba yang direkayasa secara biologis, Neo Px menangkap VOC, memecahnya menjadi produk sampingan yang tidak berbahaya, seperti asam amino dan gula, yang selanjutnya berfungsi sebagai nutrisi bagi tanaman.
Proses simbiosis ini tidak hanya meningkatkan kualitas udara dalam ruangan, tetapi juga mendorong tumbuhnya tanaman hijau di dalam ruang hidup. Temuan ini dianggap menandai era baru solusi pemurnian udara yang berkelanjutan dan sadar kesehatan.
Di masa depan, Neoplants berencana memproduksi tanaman hasil rekayasa genetika yang metabolismenya akan langsung melakukan pekerjaan pemurnian udara.
Dan dalam jangka panjang, mereka berharap dapat mengatasi permasalahan yang terkait dengan pemanasan global. ”Kita bisa meningkatkan kapasitas pohon untuk menangkap CO 2, ” kata Torbey. Bahkan, Mora telah mulai mengembangkan benih yang lebih tahan terhadap kekeringan.
Masa depan
Dalam beberapa tahun terakhir, tanaman hasil rekayasa hayati dan organisme hasil rekayasa genetika (GMO) semakin berkembang sekalipun masih banyak juga yang menentangnya.
Ketua Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika dan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Prasetya, dalam diskusi daring pada Januari 2024, menyebutkan, di tingkat global, banyak komoditas strategis yang sudah dihasilkan melalui rekayasa genetika. Hal itu, antara lain, beras, jagung, kentang, gandum, kacang kedelai, buah-buahan seperti pepaya dan apel, hingga ikan salmon.
BRIN Pengembangan Tanaman Produk Rekayasa Genetik
Berdasarkan data hingga tahun 2022, setidaknya ada 32 jenis tanaman pangan hasil rekayasa genetika yang sudah dipasarkan di tingkat global.
Beberapa contoh tanaman hasil rekayasa genetika itu bahkan sudah banyak dipasarkan untuk dikonsumsi.
Hal itu mencakaup beberapa varian buah apel, kanola, terong (varietas BARI Bt Begin), dan pepaya (varietas tahan virus ringspot). Selain itu, juga ada nanas (varietas daging merah muda), kentang, bit gula, nasi emas, ikan salmon, kedelai, labu (musim panas), hingga jagung.
Menurut dia, berbagai produk pangan hasil PRG juga sudah banyak di Indonesia. Sejak 2011 hingga 2022, Indonesia menerbitkan sertifikasi keamanan hayati untuk berbagai PRG.
Untuk komoditas pangan sudah ada 49 produk, di antaranya kedelai, jagung, tebu, dan kanola. Sebagian besar produk tempe di Indonesia, misalnya, dibuat dari kedelai impor hasil rekayasa genetika ini.
Rekomendasi untuk keamanan hayati pakan telah dikeluarkan untuk 16 produk, di antaranya jagung dan tebu. Adapun untuk produk keamanan hayati lingkungan telah diterbitkan 20 produk berupa 6 tanaman dan 14 vaksin hewan.
”Terbaru, ada sepuluh benih tanaman hasil PRG yang sudah dilepas,” ujarnya.
Sepuluh tanaman tersebut, antara lain, tebu NXI4T produk PT Perkebunan Nusantara XI pada tahun 2013, kentang biogranola MoA tahun 2021, jagung DK95-NK603 dari Bayer pada tahun 2022, dan sisanya jagung produksi Sygenta.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Perajin tempe di sentra pembuatan tempe di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengecek kondisi kedelai impor yang baru ia beli, Selasa (19/7/2023).
Sekalipun penggunaan tanaman hasil rekayasa genetika semakin meluas, laporan KL Keatley dari Gilead Science, Amerika Serikat, di jurnal Quality Assurance (2000) menyebutkan, produk rekayasa genetika masih menjadi topik kontroversi di Amerika Serikat dan banyak negara maju lain.
Masyarakat mempertanyakan keamanannya dan menginginkan produk tersebut diberi label hasil rekayasa genetika. Menurut Keatley, beberapa kekhawatiran terutama menyangkut soal keamanan produk rekayasa genetika untuk penggunaan jangka panjang.
Perhatian terutama terkait sifat alergi yang mungkin ditimbulkan oleh produk ini, kemungkinan efek transfer resistensi antibiotik, mengingat gen penanda yang resisten antibiotik digunakan pada banyak produk rekayasa genetika. Selain itu, ekspresi sifat yang sebelumnya tidak terekspresikan dan perpindahan serbuk sari dari tanaman hasil rekayasa genetika.
Baca juga: Teknologi ”Wolbachia” Bukan Hasil Rekayasa Genetik
Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/06/02/kenalkan-neo-px-sirih-gading-yang-direkayasa-genetikanya-untuk-melawan-polusi-udara