Karyawan Membutuhkan Keterampilan Kecerdasan Buatan agar Tetap Kompetitif


Dengan memiliki keterampilan kecerdasan buatan, potensi promosi dan peluang kerja menjadi semakin lebar.

Laporan Work Trend Index 2024 dikerjakan oleh Microsoft dan Linkedin . Laporan yang bersifat tahunan ini dirilis pada Mei 2024.

JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 76 persen dari 31.000 karyawan di 31 negara yang disurvei untuk laporan Work Trend Index 2024 mengungkapkan bahwa mereka membutuhkan keterampilan kecerdasan buatan atau AI. Jika memiliki keterampilan ini, mereka merasa tetap kompetitif di pasar kerja.

Head of Sales and Emerging Markets LinkedIn Rohit Kalsy dalam konferensi pers paparan laporan Work Trend Index 2024, Selasa (11/6/2024), di Jakarta.

Ketigapuluh satu negara yang disurvei berasal dari kawasan Amerika bagian utara, Amerika Latin, Asia Pasifik, dan Eropa. Data hasil survei yang di Asia Pasifik sudah termasuk data Indonesia.

Sebanyak 69 persen di antara responden karyawan yang menyatakan membutuhkan keterampilan kecerdasan buatan supaya tetap kompetitif itu menyatakan, AI buatan dapat membantu mereka dipromosikan lebih cepat. Ada pula yang menyatakan, dengan memiliki keterampilan AI, peluang kerja mereka semakin luas.

”Kecerdasan buatan generatif mendobrak batas karier. Semua profesi di semua sektor industri sekarang memerlukan keterampilan kecerdasan buatan. Karyawan dari level bawah ke atas juga membutuhkan kecerdasan buatan,” ujar Head of Sales and Emerging Markets LinkedIn Rohit Kalsy dalam konferensi pers paparan laporan Work Trend Index 2024, Selasa (11/6/2024), di Jakarta.

Baca juga: Pasar Kerja Asia Tenggara Mulai Syaratkan Keterampilan Kecerdasan Buatan

Menurut dia, sesuai temuan laporan yang sama, tahun lalu LinkedIn menemukan jumlah pengguna LinkedIn secara global yang menambahkan AI buatan dalam profil mereka naik 142 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Pengguna LinkedIn yang masuk dalam gelombang fenomena ini di antaranya berprofesi sebagai penulis, desainer, dan tenaga pemasaran.

Rohit menambahkan, dari tahun 2016-2030 diperkirakan secara global terjadi perubahan permintaan keterampilan sampai 50 persen di pasar kerja. Kemunculan AI generatif diperkirakan akan mempercepat perubahan ini.

Managing Director LinkedIn untuk Asia Pasifik Feon Ang, secara terpisah, mengamati, di Asia Pasifik sedang terjadi transformasi pasar kerja. Para pemimpin perusahaan di kawasan ini yang mau berinvestasi dalam pengembangan keterampilan AI bagi karyawan mereka akan mendapatkan keunggulan kompetitif.

”Sudah banyak pemimpin perusahaan di Asia Pasifik bersedia merekrut seseorang yang mungkin kurang berpengalaman dalam kecerdasan buatan, tetapi memiliki kemauan untuk mengembangkan keterampilan di bidang kecerdasan buatan. Hal ini menekankan urgensi dan pentingnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan di bidang kecerdasan buatan,” katanya.

Baca juga: Mengapa Pekerjaan ”Entry-Level” Semakin Susah Ditembus?

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Siswa SMA Katolik Frateran membuat cerita bergambar dengan aplikasi berbasis kecerdasan buatan di Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya, Senin (10/6/2024). Dalam kesempatan tersebut, pelajar yang hadir diberi pengetahuan dasar mengenai aplikasi-aplikasi yang menggunakan kecerdasan buatan. Selain itu, pelajar juga diberi arahan untuk bijaksana dalam menggunakan aplikasi berbasis kecerdasan buatan.

Presiden Direktur Microsoft Indonesia Dharma Simorangkir menjelaskan, cakupan definisi keterampilan AI di setiap jenis profesi dan setiap sektor industri akan berbeda. Namun, fenomena yang kini sedang terjadi di pasar kerja menunjukkan, karyawan semakin dituntut mengetahui produk-produk AI dan mampu/terampil menggunakannya jika ingin tetap kompetitif di pasar kerja.

Sejumlah pemimpin perusahaan teramati cenderung enggan mempekerjakan seseorang tanpa keterampilan AI, seperti paham menggunakan produk AI generatif. Kecenderungan lainnya yang mengikuti adalah kandidat yang kurang berpengalaman tetapi terampil di bidang AI lebih disukai perusahaan.

”Jika situasi kerja menuntut cepat bekerja dan volume pekerjaan yang harus dikerjakan besar, 68 persen dari total responden karyawan yang kami survei menyatakan pasti akan kesulitan beradaptasi. Oleh karena itu, 75 persen di antara mereka mulai menggunakan teknologi kecerdasan buatan,” ujarnya.

Dharma menyebutkan, hasil survei kepada karyawan Indonesia yang ada di laporan itu menunjukkan 92 persen di antaranya telah menggunakan produk AI generatif. Lalu, 76 persen responden karyawan yang disurvei mengungkapan sudah membawa sendiri platform/perangkat AI yang mereka rasa membantu meningkatkan produktivitas kinerja.

Baca juga: Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Gerakan Buruh


Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/06/11/karyawan-membutuhkan-keterampilan-kecerdasan-buatan-agar-tetap-kompetitif