Anak berusia 5 tahun di Mimika, Papua Tengah, meninggal dengan gejala difteri. Anak itu belum pernah diimunisasi DPT.
Seorang Anak di Mimika Dilaporkan Meninggal dengan Gejala Difteri
Kedua anak berusia 7 tahun dan 5 tahun tersebut sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Mimika sejak 27 Mei 2024. Berdasarkan pemeriksaan awal, keduanya menunjukkan gejala penyakit difteri yang disebabkan bakteri Corynebacterium diphtheriae dan bisa menular melalui batuk, bersin, ataupun luka terbuka.
JAYAPURA, KOMPAS — Dua anak kakak beradik di Kabupaten Mimika , Papua Tengah, dilaporkan mengidap penyakit dengan gejala difteri . Seorang anak di antaranya meninggal karena kondisi komplikasi, sedangkan satu anak lain telah membaik.
Ilustrasi. Seorang ibu menggendong anaknya menunggu imunisasi di puskesmas pembantu di Kampung Zanegi, Distrik Animha, Kabupaten Merauke, Papua, Sabtu (12/11/2022).
”Setelah tujuh hari perawatan, sang adik meninggal karena kondisi komplikasi yang parah, sedangkan kakaknya terus membaik dengan gejala yang lebih ringan,” kata Kepala RSUD Mimika Antonius Pasulu saat dihubungi dari Jayapura, Papua, Selasa (11/6/2024).
Baca juga: Cegah Penularan Difteri Kian Meluas
HTTP://WWW.IMMUNE.ORG.NZ/SITES/DEFAULT/FILES/DISEASES/DIPTHTERIASQUARE.JPG Pseudomembran putih keabu-abuan di hulu kerongkongan atau tenggorokan sebagai penanda difteri.
Antonius menuturkan, kondisi sang adik memang lebih parah saat pertama kali dirawat. Anak tersebut menunjukkan gejala demam, nyeri saat menelan, serta selaput (pseudomembran) berwarna putih keabu-abuan di amandel. Selaput yang menghalangi pernapasan tersebut semakin parah dengan komplikasi pada jantung dan ginjal.
Adapun sang kakak, kata Antonius, memiliki gejala yang cenderung lebih ringan. Kondisi anak itu pun terus membaik setelah menjalani isolasi selama 14 hari di RSUD Mimika. Dia telah dipulangkan pada Minggu (9/6/2024).
Baca juga: Petugas Imunisasi di Lokasi KLB Polio Papua Terkendala Akses
Sementara itu, Dinas Kesehatan Mimika juga telah mengirim sampel dua anak itu ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Mimika Obet Tekege menyampaikan, pihaknya masih menunggu arahan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait hasil pemeriksaan di BBLK Surabaya.
”Kami masih menunggu hasil yang akan dikirim langsung ke Kemenkes. Setelah itu, Kemenkes akan memberikan rokemendasi kepada kami untuk langkah selanjutnya,” ujarnya.
KOMPAS/NASRUN KATINGKA Aktivitas belajar anak-anak di SDN Inpres Yoka Pantai, Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Senin (3/6/2024).
Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Papua Tengah Yohanes Tebai mengungkapkan, saat ini penyelidikan epidemiologi terhadap kontak erat dengan dua pasien itu masih dilakukan. Salah satu langkah yang kemungkinan dilakukan adalah outbreak response immunization (ORI) atau imunisasi massal di daerah yang ditemukan kasus.
Yohanes menyampaikan, kendati difteri merupakan penyakit yang mudah menular dan mematikan, penyakit itu bisa dicegah dengan imunisasi menggunakan vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus). Dalam penelusuran, dua anak yang terdiagnosis di Mimika belum menerima imunisasi DPT.
”Namun, ini juga masih menjadi tantangan, apalagi jika melihat pelaksanaan imunisasi di Papua yang belum maksimal karena sejumlah kendala, mulai dari alasan logistik, masalah geografis, hingga keamanan,” ucapnya.
Baca juga: Penyakit Kuno yang Belum Tuntas Dikendalikan
Jika melihat fenomenanya, hampir setiap tahun terjadi KLB (kejadian luar biasa) berbagai penyakit, seperti campak, rubela, polio, dan difteri, di Papua.
KOMPAS/NASRUN KATINGKA Pemberian vaksin tetes novel Oral Polio Vaksin tipe 2 (nOPV2) kepada anak di SDN Inpres Yoka Pantai, Kampung Yoka, Distrik Heram, Kota Jayapura, Papua, Senin (3/6/2024).
Berdasarkan data Kemenkes, cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) di Papua masih jauh dari angka ideal sebesar 95 persen. Bahkan, cakupan itu cenderung terus menurun dari tahun ke tahun.
Dalam dua tahun terakhir, misalnya, cakupan imunisasi lengkap di Papua Tengah merosot dari 36,36 persen pada tahun 2022 menjadi 34,68 persen pada 2023. Cakupan IDL rendah juga terjadi di wilayah Papua lain, seperti di Provinsi Papua sebesar 76,68 persen pada 2023, Papua Selatan sebesar 54,71 persen, dan Papua Pegunungan sebesar 8,47 persen.
Baca juga: Cakupan Imunisasi di Tanah Papua Rendah, Kasus Kematian Anak Berpotensi Tinggi
Kondisi ini pun turut menjadi perhatian Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef). Health Officer Unicef Perwakilan Papua Husny Mutaqqin menyebut, rendahnya cakupan imunisasi memang menjadi alasan utama wilayah Papua rentan penyakit penular.
”Ini hanya akan menjadi ’bom waktu’. Beberapa tahun lalu, difteri juga terjadi di Manokwari dan Jayapura. Apalagi jika melihat fenomenanya, hampir setiap tahun terjadi KLB (kejadian luar biasa) berbagai penyakit, seperti campak, rubela, polio, dan difteri, di Papua,” katanya.
Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.kompas.id/baca/nusantara/2024/06/11/seorang-anak-di-papua-tengah-dilaporkan-meninggal-dengan-gejala-difteri