Radiasi, dalam bentuk panas, partikel, gelombang elektromagnetik, dan cahaya foton, telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Penggunaan radiasi pengion, khususnya dalam bidang radiologi, telah berkembang pesat. Radiologi, sebagai cabang ilmu kedokteran, memanfaatkan radiasi untuk diagnosis dan terapi melalui teknik pencitraan seperti sinar-x dan zat radioaktif. Namun, selain memberikan manfaat, paparan radiasi pengion juga berpotensi menimbulkan risiko bagi pasien, pekerja radiasi dan masyarakat.
Maka dari itu, perka BAPETEN No.15 tahun 2014 pasal 24 menetapkan nilai batas dosis (NBD) untuk pekerja radiasi tidak boleh melebihi 20 mSv per tahun rerata selama 5 tahun berturut-turut dan 50 mSv dalam 1 tahun tertentu. Apabila dosis radiasi yang diterima melebihi NBD yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan evaluasi maupun perbaikan. Nilai yang ditetapkan pada NBD bertujuan untuk mengurangi risiko efek stokastik dan mencegah terjadinya efek deterministik akibat paparan radiasi yang berlebihan. Oleh karena itu, dalam upaya meminimalisir dampak paparan radiasi, rumah sakit atau instalasi radiologi menerapkan konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) melalui Sistem Manajemen K3 (SMK3), yang mencakup perlindungan radiasi sebagai salah satu aspek utamanya.
Proteksi radiasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi. Oleh karena itu, manajemen dan penyelenggaraan program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi penting. Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. PPR memantau program proteksi dan keselamatan radiasi yang telah disusun oleh pemegang izin dan penyelenggara. Program tersebut tersusun dari berbagai elemen yang terdiri dari pemantauan dosis radiasi dan pemantauan radioaktivitas, organisasi proteksi radiasi, peralatan proteksi radiasi, pemeriksaan kesehatan, penyimpanan dokumen, jaminan keselamatan radiasi dan pendidikan pelatihan.
Pemantauan dosis radiasi merupakan hal dasar yang penting untuk dilakukan agar dapat meminimalisir efek stokastik dan mencegah efek deterministik. Pemantauan dosis dilakukan untuk mengetahui seberapa besar paparan radiasi terhadap setiap pekerja radiasi selama bekerja pada instalasi radiologi. Pemantauan dilakukan menggunakan alat ukur radiasi perorangan seperti film badge, TLD badge, dan pen dosimeter yang telah dikalibrasi. Di samping itu, petugas proteksi radiasi juga bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatan petugas radiasi. Pemeriksaan kesehatan petugas radiasi harus dilakukan sebelum, selama, dan setelah masa kerja minimal 30 tahun data kesehatan disimpan. Pemeriksaan kesehatan sebelum masa kerja akan memberikan informasi mengenai kesehatan pekerja radiasi dan mengetahui penyakit yang mungkin diderita. Pemeriksaan kesehatan selama masa kerja dilakukan secara berkala minimal sekali dalam setahun. Sedangkan pemeriksaan kesehatan setelah masa kerja berguna untuk mengetahui ada atau tidaknya efek paparan radiasi yang mempengaruhi kondisi kesehatan pekerja radiasi. Pemantauan kesehatan dilakukan agar bisa dilakukan perbandingan kondisi kesehatan pekerja radiasi dan bisa digunakan untuk penelitian dan keperluan statistik karena berhubungan dengan timbulnya efek stokastik setelah melewati masa laten bertahun-tahun.
Berdasarkan tugas yang dijalankan, PPR dibagi menjadi tiga bidang yaitu kesehatan, industri/teknik, dan instalasi nuklir. Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir no. 17/Ka-BAPETEN/IX-9 menetapkan tugas dan tanggung jawab PPR sebagai berikut:
Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.kompasiana.com/agnisa58630/665bdb70ed6415511546e474/peran-petugas-proteksi-radiasi-pada-pelayanan-kesehatan