Nyamuk Wolbachia di Kota Yogyakarta Diklaim Turunkan Kasus DBD 77 Persen Halaman all


YOGYAKARTA, KOMPAS.com Kota Yogyakarta menjadi salah satu kota yang sudah berhasil menyebarkan nyamuk Wolbachia.

Salah satu kelurahan yang disebar adalah Kelurahan Cokrodiningratan, Kota Yogyakarta pada 2017 silam.

Ketua Kelurahan Siaga Cokrodiningratan, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pemerti Kali Code, Totok Pratopo, menceritakan, waktu itu dirinya beserta Ketua PKK, dan sejumlah unsur daerah lainnya diundang di kelurahan untuk mendapatkan sosialisasi terkait upaya pengurangan demam berdarah.

Baca juga: Cerita Warga Sleman Yogyakarta soal Penyebaran Nyamuk Wolbachia, Kasus DBD Turun dan Tidak Merasakan Dampak Negatif

Kala itu, Kelurahan Cokrodiningratan, Kota Yogyakarta adalah salah satu lokasi yang demam berdarahnya cukup tinggi.

Saat itu, teknologi Wolbachia baru saja dikembangkan di Australia dan Kota Yogyakarta menjadi kota pioner penerapan Wolbachia.

Semula, dirinya masih banyak bertanya-tanya terkait apa itu Wolbachia, dan apa manfaatnya bagi masyarakat. Cara-cara kovensional seperti habatisasi, dan fogging, pasalnya belum bisa menyelesaikan masalah.

"Saat saya menjabat sebagai ketua RW itu, kasus demam berdarah selalu berulang, meskipun sudah habatisasi, kerja bakti, fogging sudah berulang. Saya sendiri pernah belajar biologi walaupun sekilas menjadi tertarik," ujarnya saat dihubungi, Minggu (21/4/2024).

Baca juga: 9 Kasus Flu Singapura Ditemukan di Kota Yogyakarta, Ini Imbauan Dinkes

Baca juga: Kasus DBD Capai Ratusan, Stok Abate di Gunungkidul Habis

Cara kerja nyamuk Wolbachia

Ia mengaku penasaran metodelogi untuk pencegahan demam berdarah dengan cara menyebarkan nyamuk yang ada bakteri.

Saat itu dirinya tidak langsung memutuskan mengiyakan daerahnya disebarkan, tetapi dirinya ingin belajar terlebih dahulu bagaimana cara kerja dari nyamuk Wolbachia.

"Saya kemudian dibari tahu laboratoriumnya WMP bebas dikunjungi asalkan ada perjanjian nanti dijelaskan ahlinya. Saya ajak teman-teman RW yang tertarik belajar lebih jauh nyamuk dikembangkan di labnya, saat itu hanya 5 orang yang mau ikut," bebernya.

Baca juga: Bagaimana Wolbachia Menurunkan Penyebaran DBD? Berikut Penjelasannya

Bahkan, awalnya ia menuntut adanya jaminan baik dari segi pengobatan, bantuan finansial bagi keluarga yang masih terkena demam berdarah dengue (DBD) apabila setelah penyebaran nyamuk Wolbachia masih ditemukan kasus DBD.

Namun, proyek penyebaran nyamuk Wolbachia itu akhirnya terus berlanjut.

"Kalau titik sebaran banyak tidak bersamaan, saya mengamati di kampung saya pinggiran Kali Code, Jetisharjo di RW saya itu ada 4 titik diberikan ember. Tiap dua minggu sekali datang melihat kalau sudah menetas diganti yang baru," jelas dia.

"Menengok ember, menuang telur baru lagi itu dilakukan berulang-ulang," ujarnya.

Baca juga: Perlu Waktu Setahun agar Nyamuk Wolbachia Bisa Tekan Kasus DBD di Bandung

Kasus DBD diklaim menurun

Shutterstock/Witsawat.S Ilustrasi nyamuk penyebab DBD. Serangan DBD dimulai 3-7 hari setelah timbulnya penyakit. Sakit perut yang parah dan nyeri tekan bisa muncul sebagai tanda peringatan DBD. Shutterstock/Witsawat.S Ilustrasi nyamuk penyebab DBD. Serangan DBD dimulai 3-7 hari setelah timbulnya penyakit. Sakit perut yang parah dan nyeri tekan bisa muncul sebagai tanda peringatan DBD.

Usai penyebaran nyamuk Wolbachia, setahun berikutnya, kasus DBD terus menurun. Dari 3-5 kasus DBD, pada 2018 sudah tidak ada kasus sama sekali.

Menurut pengakuannya, tiap tahun di kampungnya selalu ditemukan kasus demam berdarah, bahkan dua kasus di antaranya meninggal dunia.

"Setahun berikutnya, kami mendapat kabar bahwa sebelumnya ada 3 sampai 5, 2018 sudah tidak ada kasus lagi. Periode saya dari 1999 sampai 2005 itu ada dua orang sampai meeninggal dunia tiap tahun ada kasus, baik yang harus opname, rawat jalan selalu jumlahnya 4-8," kata dia.

"2018 sudah tidak ada kasus, saya pribadi masih penasaran apakah dari sebaran nyamuk (wolbachia) atau ada sebab lain. Saya juga belum tahu syarat minimal populasi sampai mencapai tahap aman," katanya lagi.

Baca juga: Kasus DBD di Solo Meningkat, 45 Kasus di 2024, 2 Meninggal

Hingga saat ini, menurutnya Kelurahan Cokrodiningratan sudah zero kasus demam berdarah.

"Di kampung kami RW 7 zero case," katanya.

Sementara itu, Programer Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DBD Dinkes Kota Yogyakarta, Rubangi, mengatakan, semua wilayah di Kota Yogyakarta sudah disebar nyamuk Wolbachia.

Lanjut dia, terakhir dilakukan monitoring yaitu pada 2023 sampai dengan awal 2024 sebaran Nyamuk Wolbachia di Kota Yogyakarta rata-rata sudah 82 persen lebih di tiap kecamatan.

"Di tiap Peskesmas kami punya petugas untuk memantau. Tapi, untuk monitoring populasinya masih kerja sama dengan Kedokteran Tropis UGM," timpalnya.

Baca juga: 90 Warga Jateng Meninggal akibat DBD pada 2024, Berikut Perincian Daerahnya...

Kasus DBD turun 77 persen

DOK. Shutterstock/Niny2405. Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia. Nyamuk Aedes aegypti yang mengandung wolbachia tidak berisiko menyebabkan Japanese encephalitis. DOK. Shutterstock/Niny2405. Ilustrasi nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia. Nyamuk Aedes aegypti yang mengandung wolbachia tidak berisiko menyebabkan Japanese encephalitis.

Terpisah, Kepala Seksi Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinkes Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu, mengatakan, setelah dilakukan penyebaran nyamuk Wolbachia, kasus demam berdarah turun sebesar 77 persen di Kota Yogyakarta.

"Menurunkan kasus 77 persen dan menurunkan hospitalisasi 86 persen, yang masuk rumah sakit berkurang," kata dia.

Tahun lalu, kasus demam berdarah di Yogyakarta terdapat 88 kasus, dan tahun ini terjadi kenaikan seperti daerah-daerah lain di Indonesia.

Pada 2024, kasus demam berdarah di Kota Yogyakarta 79 kasus.

"Memang faktanya ada kenaikan semoga terkendali jangan sampai ada yang meninggal," kata dia.

Baca juga: Kasus DBD Capai Ratusan, Stok Abate di Gunungkidul Habis

Endang menambahkan, sebelum disebar nyamuk Wolbachia, kasus tertinggi DBD pada 2016 sebanyak 1.700 kasus.

"Kalau melihat perjalanan tertinggi 2016 ada 1.700-an pada waktu itu, 2017 lalu menurun dan menurun walaupun ada fluktuasinya," katanya lagi.

Nyamuk Wolbachia disebar pertama kali pada 2015 di dua kecamatan yakni Wirobrajan dan Tegalrejo, dan sampai sekarang sebaran nyamuk Wolbachia sudah 80 persen dan sudah tidak akan disebarkan lagi.

"Dari penelitian masih 80 persen. Fokus sekarang nasional di lima kabupaten lain setelah Yogyakarta," kata dia.

Baca juga: Cerita Warga Sleman Yogyakarta soal Penyebaran Nyamuk Wolbachia, Kasus DBD Turun dan Tidak Merasakan Dampak Negatif


Dilansir dari dan telah tayang di: https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/04/22/193649578/nyamuk-wolbachia-di-kota-yogyakarta-diklaim-turunkan-kasus-dbd-77-persen?page=all