Liputan6.com, Jakarta Upaya Pemerintah untuk mengendalikan penyakit DBD dengan pelepasan nyamuk Wolbachia ternyata terkendala hoaks. Hal ini disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi setelah mengevaluasi situasi di Bandung saat ini.
Salah satu hoaks yang beredar di masyarakat adalah teknologi nyamuk Wolbachia merupakan rekayasa genetika. Sehingga teknologi ini disebut lebih berbahaya bagi manusia dibanding pandemi covid-19.
"Minat warga untuk berperan sebagai "orang tua asuh" telur nyamuk ber-Wolbachia menurun seiring paparan kabar bohong atau hoaks. Titik penitipan ember adanya penurunan yang diawal mencapai 350-an ember, namun setelah adanya isu hoaks yang ada pada akhir tahun, menjadi menurun sampai 30 persen titik ember yang tidak mau dititipkan," ujar Imran dilansir Antara.
"Itu sebabnya hasil persentase perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti yang diperiksa di alam, saat ini baru mencapai 14 persen dari jumlah yang seharusnya berada di kisaran 35 persen," katanya menambahkan.
Inovasi program penanggulangan dengue berteknologi nyamuk ber-Wolbachia telah melalui uji coba yang dilakukan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yayasan Tahija, dan Monash University selama kurang lebih 10 tahun.
Wolbachia adalah bakteri alami, simbion yang umum ditemukan di hewan arthropoda, dengan mekanisme menghambat replikasi virus dengue yang diperankan oleh Wolbachia.
Hasil penelitian yang berlangsung di Yogyakarta mampu menurunkan 77 persen incidence rate (IR) dengue dan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit sebesar 86 persen.
Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/5563789/kemenkes-sebut-hoaks-hambat-program-nyamuk-wolbachia-di-bandung