Keberadaan Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada Susu Kambing di Banyuwangi


Dalam beberapa tahun terakhir, susu kambing telah menjadi semakin populer di kalangan masyarakat. Susu kambing dikenal memiliki profil nutrisi yang lebih baik dibandingkan susu dari hewan ternak lainnya. Kandungan mineral, protein, dan vitamin yang tinggi serta globul lemak yang lebih kecil membuatnya lebih mudah dicerna.

Selain itu, rendahnya kandungan laktosa membuat susu kambing cocok bagi individu yang intoleran terhadap laktosa atau alergi terhadap produk susu lainnya. Namun, di balik keunggulannya, susu kambing juga memiliki tantangan, salah satunya adalah mastitis, yang menjadi masalah kesehatan utama dalam peternakan kambing perah.

Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen yang sering menyebabkan mastitis pada kambing. Bakteri ini tidak hanya menyebabkan penurunan produksi susu tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan di seluruh dunia. Infeksi yang disebabkan oleh S. aureus dapat bersifat klinis maupun subklinis, dan bisa menular ke manusia melalui produk susu yang terkontaminasi, terutama produk susu mentah yang tidak melewati proses pasteurisasi. Produk susu tradisional yang tidak dipasteurisasi, meskipun memiliki cita rasa otentik, bisa menjadi media penularan S. aureus ke konsumen.

Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah varian S. aureus yang resisten terhadap antibiotik methicillin dan beberapa antibiotik lainnya. MRSA menjadi perhatian utama dalam kesehatan manusia karena infeksinya sulit diobati dan dapat menimbulkan masalah serius di berbagai belahan dunia. Resistensi MRSA tidak hanya terbatas pada manusia tetapi juga ditemukan pada berbagai hewan dan produk turunannya, seperti susu dan keju. Resistensi terhadap methicillin pada S. aureus disebabkan oleh adanya gen mecA yang mengkode protein pengikat penicillin (PBP2a), yang membuat antibiotik beta-laktam tidak efektif.

Penelitian mengenai keberadaan MRSA pada susu kambing masih terbatas, terutama di Indonesia. Sebuah studi terbaru yang dilakukan di Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia, bertujuan untuk menyelidiki keberadaan MRSA yang mengandung gen mecA pada susu kambing mentah dari peternakan tradisional. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan 150 sampel susu mentah dari lima peternakan kambing di Banyuwangi. S. aureus diisolasi menggunakan media selektif, dan uji kepekaan antibiotik dilakukan dengan metode difusi agar Mueller-Hinton. Konfirmasi MRSA dilakukan menggunakan tes skrining resistensi oxacillin dan cefotaxime, dengan keberadaan gen mecA diidentifikasi melalui PCR.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi S. aureus pada susu kambing di Banyuwangi adalah 30,6%. Dari 46 isolat S. aureus yang ditemukan, 28 isolat (60,87%) dikategorikan sebagai MRSA. Dari 28 isolat MRSA tersebut, 9 isolat (32,14%) terbukti mengandung gen mecA. Keberadaan MRSA dalam susu kambing mentah ini menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang signifikan karena bakteri yang membawa gen resistensi antibiotik dapat menyebar melalui produk hewan seperti susu mentah. Oleh karena itu, peningkatan protokol kebersihan dan sanitasi di peternakan kambing perah sangat penting sebagai langkah pencegahan.

Selain itu, penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol di kalangan peternak juga menjadi faktor penyumbang dalam peningkatan resistensi antibiotik. Di Banyuwangi, mastitis subklinis pada kambing jarang didiagnosis oleh dokter hewan karena ketiadaan gejala klinis yang jelas, dan uji California Mastitis Test (CMT) yang dianggap sebagai standar emas jarang dilakukan. Penggunaan antibiotik tanpa pengawasan dari petugas kesehatan memungkinkan peternak untuk menggunakan antibiotik secara bebas, yang dapat menyebabkan resistensi antibiotik.

Dalam konteks global, resistensi antimikroba adalah ancaman kesehatan masyarakat yang serius. MRSA mampu menular antarspesies antara hewan dan manusia, memperburuk risiko ini. Pengobatan infeksi MRSA menjadi sulit karena kemampuan bakteri ini untuk menolak antibiotik, mengurangi efektivitas pengobatan. MRSA menghasilkan protein pengikat penicillin (PBP2a) yang dikode oleh gen mecA, yang mencegah antibiotik beta-laktam untuk mengikat protein dinding sel bakteri, menetralkan efek antibiotik tersebut.

Secara keseluruhan, pentingnya pengawasan dan kontrol penggunaan antibiotik di peternakan kambing perah serta perlunya penerapan langkah-langkah kebersihan dan sanitasi yang ketat untuk mengurangi risiko penyebaran MRSA. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme resistensi lainnya yang mungkin ada pada isolat MRSA yang tidak memiliki gen mecA, serta untuk mengembangkan strategi pengobatan yang lebih efektif dalam menangani infeksi MRSA.

Penulis: drh Ratih Novita Praja M Si dan drh Ryanka Edila

Artikel selengkapnya dapat dilihat di :

Praja RN, Edila R, Yudhana A, Saputro AL, Hamonangan JM, Praja SS. 2024. Short Communication: Investigation of mecA-positive and Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) in dairy goat with subclinical mastitis from traditional farms in Banyuwangi, Indonesia. Biodiversitas 25: 1638-1643. DOI: 10.13057/biodiv/d250433


Dilansir dari dan telah tayang di: https://unair.ac.id/keberadaan-methicillin-resistant-staphylococcus-aureus-mrsa-pada-susu-kambing-di-banyuwangi/