Kasus DBD di Gunungkidul Per Mei 2024, Naik 3 Kali Lipat Dibandingkan Tahun Lalu
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Seorang anak meninggal dunia akibat kasus demam berdarah di Gunungkidul. Anak yang tercatat sebagai pelajar kelas II SMP tersebut diketahui meninggal pada Rabu (15/5/2024) di fasilitas kesehatan swasta.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Ismono menjelaskan anak yang berasal dari Padukuhan Nitikan, Kalurahan Semanu, Semanu tersebut meninggal ketika masuk dalam fase dengue shock syndrome (DSS).
DSS merupakan fase ketiga dan keempat dari perkembangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), di mana sudah terjadi syok pada penderita demam berdarah. Syok hipotensi dapat dengan cepat berubah menjadi gagal jantung dan henti jantung.
“Terjadi pendarahan pada pasien anak itu. Dia sendiri tinggal dengan simbahnya dan berasal dari keluarga tidak mampu,” kata Ismono dikonfirmasi, Kamis (16/5/2024).
BACA JUGA: Tol Jogja Solo di Atas Ring Road Dibangun Mulai Juni, Kendaraan Tetap Bisa Lewat
Naik 3 Kali Lipat
Dengan satu adanya kasus tersebut, maka total ada tiga kasus kematian akibat infeksi virus dengue melalui perantara nyamuk Aedes aegypti. Adapun total kasus DBD selama 4,5 bulan terakhir mencapai 666 kasus. Angka tersebut melonjak dibandingkan total kasus DBD sepanjang 2023 yang hanya menyentuh angka 260 kasus dengan satu kematian.
Apabila dirinci dari awal Januari 2024, dua bulan pertama ada total 220 kasus dengan dua dua kematian. Dua kematian tersebut adalah anak berumur 5 tahun dan 10 tahun. Sedangkan dua bulan kedua ada total 247 kasus, mengacu pada data Dinkes Gunungkidul per Minggu, 5 Mei 2024.
Sedangkan, total kasus DBD pada 2022 ada 457 kasus dengan tiga kematian dan pada 2021 ada 189 kasus dengan tiga kematian.
Atas kasus kematian akibat DBD terbaru tersebut, Dinkes kemudian melakukan fogging pada Kamis (16/5) pagi. Meski telah dilakukan fogging, Dinkes meminta masyarakat untuk gencar melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSM) dan menguras, menutup, mengubur (3M) guna menghindarkan/ mencegah jentik nyamuk berkembang. Pasalnya fogging juga hanya berdampak pada nyamuk dewasa.
Ismono mengaku pihaknya telah melakukan fogging fokus di 33 lokus DBD. Saat ini, anggaran Dinkes habis. Pengadaan abate pun tidak dapat dilakukan karena ketiadaan anggaran. Stok abate di tingkat kabupaten hanya mencapai 60 kilogram (kg).
“Seharusnya perlu ada upaya fogging sebelum masa penularan [SMP]. Tapi biaya kami terbatas dan SMP ini memerlukan biaya tidak sedikit,” katanya.
Dalam beberapa bulan ke depan, musim hujan akan datang dan dalam upaya pencegahan lonjakan kasus DBD, Dinkes meminta warga agar tetap waspada dan tanggap dengan segera menghubungi RS terdekat apabila anggota keluarga mengalami gejala DBD.
“Kalau kami punya dana untuk SMP, kami akan memetakan daerah endemis untuk kami fogging dalam upaya pemberantasan nyamuk dewasa. Tapi itu tadi, biaya bisa bengkak. Fogging SMP terakhir saja dilakukan 10 tahun lalu,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di sini!
Dilansir dari dan telah tayang di: https://jogjapolitan.harianjogja.com/read/2024/05/17/513/1174732/kasus-dbd-di-gunungkidul-per-mei-2024-naik-3-kali-lipat-dibandingkan-tahun-lalu