Januari-Maret Ada 148 Kasus DBD di Lombok Barat, Tertinggi di Sekotong dengan 36 Kasus


LombokPost-Dinas Kesehatan (Dikes) Lobar mencatat dari Januari hingga Maret sudah ada 148 kasus DBD di Lobar. Dari 10 Kecamatan, Sekotong menjadi kecamatan dengan angka kasus tertinggi.

”Paling tinggi di Sekotong itu 36 kasus, kemudian Kuripan,” kata Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P3KL) Dikes Lobar, Suhaili kepada Lombok Post.

Suhaili menjelaskan, tingginya angka kasus di Sekotong bisa jadi disebabkan kondisi wilayahnya. Daerah pegunungan dengan banyaknya saluran irigasi yang tidak lancar dan rawan banjir. Ditambah saat ini kondisi cuaca yang tidak menentu menimbulkan beberapa genangan air sehingga menjadi sarang nyamuk.

”Kalau hujannya rutin, airnya akan terus mengalir. Kalau sehari hujan, dua hari tidak ini kan bisa membuat airnya itu mungkin mengendap dan menggenang di beberapa tempat,” sebutnya.

Baca Juga: Pertama di Pulau Lombok, Puskesmas Meninting Bisa Layani Pengobatan Orang dengan HIV

Angka ini terbilang tinggi jika diukur pada tiga bulan pertama awal tahun. Sedangkan pada pada 2023 lalu, ada 268 kasus DBD yang dihitung secara kumulatif. Tercatat pada tahun ini tidak ada pasien pengidap DBD yang meninggal dunia. Berbeda dengan tahun sebelumnya, ada dua kasus yang menyebabkan pasien meninggal. Pasien DBD banyak dari usia 15-44 tahun dan usia 5-14 tahun.

”Rata rata dirawat di puskesmas dulu. Status pasien juga pulang dalam keadaan sehat,” terangnya.

Dikes Lobar telah melakukan upaya penanganan seperti abatisasi dan fogging. Itu menjadi langkah terakhir untuk pemberantasan jentik nyamuk. Dikes sudah melakukan 11 kali fogging setelah penemuan kasus pada titik yang dianggap parah. Fogging dilakukan jika masuk dalam kategori kejadian luar biasa (KLB) atau dalam artian satu kasus bisa menular ke warga yang lain.

”Fogging ini bukan berdasarkan permintaan masyarakat. Kami akan lakukan sebagai langkah terakhir. Sejauh ini belum ada yang KLB seperti itu,” jelasnya.

Terakhir, Suhaili menyebut pihaknya terus melakukan upaya prefentif sebagai pencegahan DBD. Pencegahan DBD yang paling utama adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Serta pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan konsep 3M Plus. Yakni, menguras dan menyikat bak penampungan air, menutup tempat penampungan air. Kemudian memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas. Ditambah menggunakan obat nyamuk, penaburan larvasida, pemasangan kawat, dan gotong royong menjaga dan membersihkan lingkungan.

Terpisah, Kepala Dikes NTB Lalu Hamzi Fikri mengatakan DBD sangat identik dengan musim hujan. Berdasarkan pola tren kasus DBD dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan kasus pada awal tahun yang salah satu penyebab utamanya dipicu kondisi cuaca.


Dilansir dari dan telah tayang di: https://lombokpost.jawapos.com/giri-menang/1504477825/januari-maret-ada-148-kasus-dbd-di-lombok-barat-tertinggi-di-sekotong-dengan-36-kasus