Dunia Belum Aman dari Hepatitis


Salah satu kunci pencegahan hepatitis B, yaitu dengan skrining pada ibu hamil, bahkan sebelum pernikahan.

Tanpa kemajuan berarti, kasus penyakit hepatitis bisa kian membebani biaya kesehatan di banyak negara. ”Masih banyak hal harus dilakukan. Banyak negara mengatakan keterbatasan anggaran dalam penanganan hepatitis , tapi percayalah, uang akan hilang jika tidak melakukan apa-apa,” ujar Roberto Sarno, Direktur APAC Liver Disease Alliance, Kamis (20/6/2024), dalam diskusi Diagnostic Media and Policy Forum di sela-sela Simposium Internasional Penyakit Menular Roche Asia Pasific (APAC IRIDS 2024) di Ho Chi Minh, Vietnam.

HO CHI MINH, KOMPAS – Penanganan penyakit hepatitis masih belum terselesaikan di sejumlah besar negara-negara di dunia, khususnya wilayah Asia Pasifik. Kendalanya masih berkutat pada sumber pendanaan, akses teknologi, serta kesadaran masyarakat dalam upaya deteksi dini, vaksinasi, dan pengobatan.

Seorang pengunjung sedang menjalani pemeriksaan hepatitis C, di Pusat Kesehatan Komunitas North Richmond, Melbourne, Australia, Senin (17/4/2023).

Ia mengatakan, dampak perluasan dan perparahan penyakit hepatitis bisa sangat mengerikan. Hal ini akan memengaruhi kualitas sumber daya manusia yang menjadi modal utama pembangunan negara. Berikutnya, hal ini pun memengaruhi pendapatan negara di masa mendatang.

Baca juga: Penanganan Hepatitis Belum Terintegrasi

Dengan demikian, kata dia, penanganan hepatitis tidak bisa mengandalkan satu pihak, misalnya dari pemerintah saja. Menurut dia, banyak pihak perlu memberi dukungan kepada pemerintah. Dukungan tersebut bisa berupa finansial ataupun teknologi serta pendampingan.

Industri teknologi kesehatan, kata dia, bisa memainkan peran dengan bekerja sama mendukung penanganan hepatitis. ”Industri diagnosis kesehatan bisa membawa teknologinya, tetapi hal ini juga perlu didukung oleh pembuat kebijakan, akademisi, dan dukungan publik,” ujarnya.

Direktur Coalition for Global Hepatitis Elimination, John Ward (kiri ke kanan); Direktur APAC Liver Disease Alliance, Roberto Sarno; dan Professor and Chair, Department of Medicine, Aga Khan University, Saeed Hamid berfoto bersama seusai menjadi narasumber dalam diskusi Diagnostic Media and Policy Forum di sela-sela Simposium Internasional Penyakit Menular Roche Asia Pasific (APAC IRIDS 2024) di Ho Chi Minh, Vietnam, Kamis (20/6/2024).

Direktur Coalition for Global Hepatitis Elimination John Ward mencontohkan dukungan teknologi dalam penanganan penyakit menular sangat tampak dari pengalaman selama pandemi Covid-19. Tes skrining serta perkembangan vaksin sangat signifikan membantu percepatan pengendalian pandemi.

Selain dari sisi skrining dan diagnostik, Sarno mengatakan, teknologi kecerdasan buatan (AI) akan sangat membantu menyadarkan masyarakat terkait penanganan hepatitis. Dukungan kesadaran masyarakat ini penting untuk menyukseskan deteksi dini hepatitis secara massal dan sistematis.

Selama ini, seseorang yang dinyatakan positif hepatitis dalam pemeriksaan acap kali mengalami tekanan sosial. Bahkan, dari aspek ekonomi, pengidap bisa kehilangan pekerjaan maupun pelatihan keterampilan kerja yang seharusnya didapatkannya.

Artinya kalau berhasil mendeteksi ibu hamil dan tidak menularkan (hepatitis B) ke anaknya, efeknya besar.

AI, lanjut Sarno, juga akan membantu komunikasi dokter dan pasien. Melalui telemedisin, komunikasi dokter dan pasien di daerah-daerah terpencil, seperti banyak daerah di wilayah Asia Pasifik, dapat tercipta tanpa kendala geografis maupun distribusi tenaga kesehatan.

”Teknologi memberi kita peluang untuk mengatasi banyak hambatan dengan benar dan mendekatkan pasien dengan penyedia layanan kesehatan mereka,” ujarnya.

Skrining ibu hamil

Di Indonesia, berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, kasus hepatitis B sebanyak 2,4 persen atau turun dibandingkan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Menurut perbandingan data yang sama, kasus hepatitis C sebesar 0,14 persen atau turun dari 1 persen.

Meski demikian, menurut Andri Sanityoso Sulaiman, hepatolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, salah satu kunci pencegahan hepatitis B ialah skrining pada ibu hamil, bahkan sebelum pernikahan. Penularan secara vertikal dari ibu ke bayi mesti diputus.

Dokter Andri Sanityoso Sulaiman SpPD-KGEH

”Artinya, kalau berhasil mendeteksi ibu hamil dan tidak menularkan (hepatitis B) ke anaknya, efeknya besar,” kata Andri yang ditemui di sela-sela APAC IRIDS 2024 di Ho Chi Minh.

Selain skrining pada ibu hamil, upaya lain yang dilakukan, yakni penelusuran pada anggota keluarga yang menderita hepatitis B. Hal ini tidak mudah karena membutuhkan kesadaran dari keluarga untuk memeriksakan diri secara sukarela.

Biaya pemeriksaan hasil penelusuran ini harus ditanggung sendiri oleh individu/keluarga. Hingga kini, kata Andri, belum ada mekanisme pembiayaan yang bisa ditanggung oleh pemerintah.

Baca juga: Mencegah Hepatitis B

Selain faktor biaya pemeriksaan, keengganan pemeriksaan juga disebabkan stigma/diskriminasi pada mereka yang terdiagnosis positif hepatitis. Bahkan, kata dia, ada juga perekrutan karyawan perusahaan yang mensyaratkan pemeriksaan hepatitis. Ketika terdiagnosis, calon karyawan tersebut tidak diterima bekerja.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2022, ada lebih dari 304 juta penduduk dunia hidup dengan infeksi virus hepatitis B dan C. Dari jumlah tersebut, sebanyak 254 juta jiwa dengan hepatitis B yang 86 persen di antaranya tidak menyadari dirinya terinfeksi dan 96 persen tidak mendapatkan pengobatan. Kemudian, sebanyak 50 juta jiwa dengan hepatitis C yang 63 persen di antaranya tidak sadar dirinya terinfeksi dan 80 persen tidak terobati.

Di wilayah Asia Pasifik, penyakit hepatitis diperkirakan merenggut 1 juta jiwa per tahun atau tiga kali lebih tinggi dari kematian akibat HIV/AIDS. Jumlah tersebut 63 persen dari kematian akibat hepatitis C di seluruh dunia.

Pada 2030, World Health Asembly mengadopsi resolusi, eliminasi hepatitis pada 2030. Lalu pada tahun yang sama, WHO melalui Global Health Sector Strategy, menyatakan harus ada penurunan 90 persen temuan kasus baru dan 65 persen kematian akibat hepatitis B dan C dari 2015 hingga 2030.


Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/06/20/dunia-belum-aman-dari-hepatitis