DBD Mengancam Warga Kabupaten Kediri, 2 Anak Meninggal


Kediri (beritajatim.com) – Demam Berdarah Dengue (DBD) mengancam warga Kabupaten Kediri, Jawa Timur, awal 2024 ini. Bahkan sudah menelan korban jiwa.

Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri mencatat dalam periode Januari-Maret 2024 ini ada 158 kasus DBD. Dua di antaranya meninggal dunia.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Kediri, dr. Bambang Triyono Putro mengatakan, dua korban meninggal akibat DBD ini adalah anak berusia 4 dan 6 tahun. Keduanya meninggal saat dalam perawatan di rumah sakit.

“Dua pasien meninggal dalam kondisi DSS dan dibawa ke rumah sakit saat fase kritis. Ada keterlambatan,” ungkap dr. Bambang Triyono kepada beritajatim.com di Kantor Dinkes Kabupaten Kediri, pada Selasa pagi (1/4/2024).

Menurut dr. Bambang, terkadang orangtua kurang waspada. Saat anak mengalami gejala panas, mereka tidak segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

“Saat anak mengalami gejala panas 2-3 hari tidak segera dibawa ke fasilitas kesehatan. Tetapi hanya diberi obat lalu panasnya turun. Nah, panas pada hari ke-4 dan ke-5 itulah fase kritis,” terang dr. Bambang.

Persebaran Kasus DBD

Saat ini, kata dr. Bambang, DBD menjadi ancaman serius. Hal ini dapat dilihat dari grafik peningkatan jumlah kasus DBD pada awal tahunini.

Hingga akhir Maret, Dinkes Kabupaten Kediri mencatat sudah ada 158 kasus dalam perawatan dan kematian dua orang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari total kasus tahun 2023 sebanyak 132 dengan jumlah pasien meninggal dunia 3 orang.

Dilihat dari jumlah kasus setiap bulannya di awal 2024 ini juga mengalami kenaikan. Dari Januari 46 kasus naik menjadi 64 kasus pada Februari.

“Untuk bulan Maret sedikit turun menjadi 52 kasus,” imbuh dr. Bambang.

Lonjakan kasus DBD awal 2024 ini dipicu datangnya musim penghujan. Itu sebabnya, pada Maret kasus DBD sedikit menurun karena curah hujan di Kabupaten Kediri mulai berkurang.

Kasus DBD di Kabupaten Kediri ini, ungkap dr. Bambang, tersebar secara merata di hampir setiap kawasan. Tetapi kasus tertinggi berada di 3 kecamatan yaitu Pare, Badas, dan Plosoklaten. Sedangkan wilayah dengan angka kasus DBD paling rendah ada di Kecamatan Semen dan Tarokan.

“Ini memang ada korelasinya dengan aktifnya kader dalam menggerakkan masyarakat untuk PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk),” tegas dr. Bambang.

Angka Bebas Jentik di Bawah Ideal

Tidak hanya faktor cuaca hujan, tingginya kasus DBD di Kabupaten Kediri ini juga dipengaruhi oleh tingkat aktifasi kader juru pemantau jentik (jumantik) dan masyarakat. Hal ini berbanding lurus dengan angka bebas jentik.

dr. Bambang mengakui angka bebas jentik di Kabupaten Kediri dibawah ideal. Hasil pemantauan petugas sampai akhir 2023 menunjukkan angka bebas jentik baru 80 persen.

“Diakui angka bebas jentik kita dibawah rata rata. Idealnya 95 persen. Kita masih 80 persen. Ini tugas kader dan peran pemdes, ” ungkap dia.

Untuk meningkatkan angka bebas jentik nyamuk ini, kata dr. Bambang, bisa dilakukan dengan berbagai program. Mulai dari gerakan satu rumah satu jumantik, program abatisasi (pemberian obat abate) juga program ikanisasi (pemberian ikan sebagai predator jentik nyamuk).

“Ada program ikanisasi. Tetapi itu diambil oleh desa. Lalu, gerakkan satu rumah satu jumantik. Termasuk ke sekolah-sekolah. Karena kalau dilihat dari usia penderita DBD ini di antara 4-14 tahun. Sehingga kita dorong sekolah untuk berperan aktif, ” tambahnya.

Penanganan DBD

Upaya penanganan terhadap wabah penyakit DBD Kabupaten Kediri tahun ini sudah dimulai sejak akhir 2023. Selain pencegahan, Dinkes juga melakukan upaya pemberantasan nyamuk melalui fogging.

“Menjelang musim penghujan, kami sudah berkoordinasi dengan Tim Pojanal DB, termasuk tingkat kecamatan. Dari Oktober 2023 sudah merapatkan barisan, ” jelasnya.

Pemerintah Kabupaten Kediri, terusnya, juga membuat Surat Edaran Bupati Kediri tentang kewaspadaan demam berdarah ini.

Tetapi semua ini, kata dr. Bambang, tidak bisa berjalan optimal tanpa peran serta semua stake holder terkait termasuk peran serta dari masyarakat.

“Selalu kita sampaikan ke teman puskesmas untuk disampaikan ke masyarakat. Pemberantasan DBB itu kerjasama. Tidak hanya kerja bakti di minggu ini, kemudian besok tidak. Tetapi kita harus kerja bersama sama dan bergerak bersama. Sebab, masa hidup dari nyamuk ini 5-7 hari, ” tegasnya.

Dinkes Kabupaten Kediri, tambah dr. Bambang juga melakukan fogging di sejumlah titik. Program pengasapan ini diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur dengan ketentuan, sebelum fogging harus ada penyuluhan dan PSN. Selain itu harus ada kasus di lokasi fogging.

Dalam mendukung penanganan kasus DBD tersebut, tambah dr. Bambang, Pemkab Kediri memiliki 37 puskesmas. Dimana, 7 diantaranya bisa melayani rawat inap.

“Semua puskesmas di Kabupaten Kediri juga buka sore. Pelayanan sejak jam 16.00 WIB. Tersedia dokter jaga pula di masing-masing puskesmas tersebut, ” tutupnya. [nm/beq]

Baca berita lainnya di sini! atau langsung di halaman Indeks


Dilansir dari dan telah tayang di: https://beritajatim.com/pendidikan-kesehatan/dbd-mengancam-warga-kabupaten-kediri-2-anak-meninggal/