Saya PNS, harusnya ada jam kerja. Jam kerja saya jam 08.00-16.30. Tapi buktinya, saya kerja sampai malam. Sabtu-Minggu, apalagi di awal-awal 4 bulan itu, aku masuk.”
Karena itu, ketika beberapa waktu lalu Rudi mendengar kabar penempatannya di IKN bakal diperpanjang, dia pun bersiasat. Desember nanti, Rudi berencana meminta izin kepada atasannya untuk melanjutkan kuliah. Dengan begitu, dia berharap tidak lagi ditempatkan di IKN. Rudi tidak mau lagi kerja rodi di IKN tanpa mendapatkan tunjangan tambahan seperti yang dijanjikan atasannya dulu.
Rudi merasa beban kerja di IKN terlalu berat. Tidak sebanding dengan penghasilan yang diterima. Pada empat bulan awal di IKN, Rudi harus tinggal di hutan untuk melakukan babad alas pepohonan di IKN. Dia bahkan bekerja tujuh hari dalam sepekan.
“Saya PNS, harusnya ada jam kerja. Jam kerja saya jam 08.00-16.30. Tapi buktinya, saya kerja sampai malam. Sabtu-Minggu, apalagi di awal-awal 4 bulan itu, aku masuk,” keluh Rudi.
Belakangan, rencana pemerintah memindahkan seluruh ASN di kementerian/lembaga yang berkantor di Jakarta memang menjadi momok bagi para ASN. Banyak ASN yang merasa belum siap meninggalkan kemegahan Jakarta untuk tinggal di IKN. Salah satu yang ragu pindah ke IKN adalah Rizal—bukan nama sebenarnya. Lelaki berusia 32 tahun ini merupakan staf Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.
Rizal mengaku sudah dua kali diminta hadir dalam sosialisasi pemindahan ASN ke IKN di Kemenkeu. Dalam dua kali sosialisasi itu, Rizal belum melihat satu pun benefit yang bisa didapatkannya jika kelak pindah ke IKN. Pemerintah, kata Rizal, memang menjanjikan adanya tunjangan pionir, rumah dinas, dan biaya pindah bagi ASN yang ditunjuk menjadi pionir di IKN. Tapi nilai tunjangan dan skema penempatan rumah dinas tersebut belum dijelaskan secara terperinci.
Ketidakjelasan nilai tunjangan dan fasilitas rumah dinas ini membuat Rizal mengaku harus berpikir ratusan kali jika kelak ditunjuk pindah ke IKN. Apalagi saat ini ekosistem lingkungan di IKN juga belum terbentuk. Fasilitas-fasilitas penunjang, seperti sekolah, belum terbangun. Ayah satu anak ini mengaku khawatir dengan pendidikan anaknya jika dalam waktu dekat harus dipindahkan ke IKN.
“Nggak mungkin kan saya pindah ke IKN tapi anak nggak bisa sekolah. Terus staf biasa kayak saya ini kan juga belum tahu apa boleh bawa istri atau nggak?” tutur Rizal saat berbincang dengan detikX pada Rabu, 27 Maret lalu.
Dilansir dari dan telah tayang di: https://news.detik.com/x/detail/spotlight/20240416/Timbang-timbang-Pindah-IKN/