Revisi UU TNI, Prajurit Makin Leluasa Menjabat di Instansi Sipil


Usulan revisi UU TNI yang membuat prajurit makin leluasa menjabat di instansi sipil tak selaras semangat reformasi.

Berdasarkan draf revisi Undang-Undang (UU) TNI, ketentuan Pasal 47 Ayat (2) menyebut prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung, serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden.

JAKARTA,KOMPAS Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang baru disepakati menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR tidak lagi membatasi jabatan di kementerian atau lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif. DPR dan pemerintah diingatkan, kelenturan dalam penempatan prajurit di instansi sipil bertolak belakang dengan semangat Reformasi 1998.

Prajurit Angkatan Darat mengikuti apel gelar pasukan di Monumen Nasional, Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Jika dibandingkan bunyi pasal sebelum usulan perubahan, terdapat penambahan frase ”serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”. Kemudian, prajurit TNI yang mengemban jabatan sipil tetap didasarkan pada kebutuhan kementerian dan badan pemerintah.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/5/2024), mengatakan, meski frase itu baru ditambahkan, selama ini implementasi frase itu sudah diterapkan dan tak menimbulkan masalah. Lagi pula, menurut Baleg DPR, fokus penempatan prajurit TNI aktif pada kementerian/lembaga bergantung kebutuhan presiden.

Baca juga: DPR Usulkan Usia Pensiun 65 Tahun bagi TNI/Polri dalam Revisi UU

TANGKAPAN LAYAR Ketua Badan Legislasi, Supratman Andi Agtas, Kamis (24/4/2022).

”Enggak tahu, itu tugasnya presiden, nanti presiden, nanti sesuai kebutuhan presiden. Pasti, kan, tidak mungkin serta-merta semuanya (dijabat prajurit aktif). Jadi, pasti disesuaikan tugas yang memang diperlukan oleh presiden untuk tugas tertentu,” ujarnya.

Supratman pun menilai anggapan publik soal kebangkitan dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)—kini TNI dan Polri—seperti di era Orde Baru tidak tepat. Pasalnya selama ini, prajurit sudah mengemban jabatan di 10 kementerian dan tidak menimbulkan masalah.

”Mana penugasan untuk perwira TNI yang dianggap bisa. Itu enggak ada masalah, tergantung presiden. Nah, tentu DPR akan tetap melakukan pengawasan. Jadi, kalau dibilang kembali ke dwifungsi, enggak,” ujarnya.

Meski demikian, segala kemungkinan, termasuk batasan instansi yang bisa diduduki prajurit, masih bisa berubah saat revisi UU TNI itu dibahas selanjutnya oleh alat kelengkapan DPR bersama pemerintah.

Baca juga: Menolak Kembalinya Dwifungsi ABRI

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Revisi UU TNI telah disepakati menjadi rancangan undang-undang (RUU) usul inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (28/5). Prosesnya kini menunggu surat presiden soal pandangan pemerintah terkait RUU tersebut sebelum dibahas lebih lanjut oleh DPR dan pemerintah.

Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (Isess), Khairul Fahmi, berpandangan, tak adanya batasan tegas kementerian/lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif dalam draf revisi UU TNI berpotensi kian menguatkan kekhawatiran soal bangkitnya dwifungsi ABRI.

Lewat aturan tersebut, sejumlah kementerian yang tak ada hubungannya dengan TNI bisa mempekerjakan prajurit aktif. Ini membuka ruang pemerintah untuk ”mengada-adakan” jabatan demi prajurit.

”Di TNI ada Zeni, tugasnya mirip-mirip dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Alasan ini jangan sampai digunakan untuk memasukkan prajurit ke kementerian itu,” katanya.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Ingatkan DPR Hati-hati Bahas Revisi UU TNI

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Anggota TNI dalam posisi siap saat mengikuti Apel Gelar Pengamanan Pemilu 2024 tingkat Kodam V/ Brawijaya, Surabaya, Kamis (1/2/2024).

Bunyi revisi Pasal 47 UU TNI menjadi klausul karet yang seharusnya dihindari karena bertolak belakang dengan semangat reformasi. Hal itu sama saja dengan membuka jalan bagi militer untuk kembali ke kancah politik selain membuat militer bisa tak lagi fokus pada tugas pokoknya menjaga pertahanan dan keamanan negara.

DPR seharusnya menegaskan kementerian/lembaga lain yang bisa diisi oleh prajurit dengan ketentuan tetap mengacu pada tugas dan fungsi TNI. Dengan demikian, agenda reformasi terus berjalan dan publik bisa mengawal proses penempatan prajuritnya.

”Jika tak hati-hati, kelenturan dalam penempatan prajurit sebagai pejabat di kementerian/lembaga bisa saja membentuk persepsi negatif ketidakmampuan bahkan kegagalan sipil. Seolah hanya militer yang dapat diandalkan perannya dalam mengelola pemerintahan dan negara ini,” tegas Fahmi.

Revisi UU Polri

Selain pada revisi UU TNI, potensi problem pun terlihat dari revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang juga telah disepakati menjadi RUU inisiatif DPR, Selasa.

Baca juga: Polisi Ikut Awasi Ruang Siber, Penyadapan Jadi Tugas Pokok

FAKHRI FADLURROHMAN Sejumlah anggota polisi mengikuti Apel Operasi Ketupat 2023 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (17/4/2023).

Dalam draf revisi UU Polri, DPR mengusulkan perluasan kewenangan Polri. Yurisdiksi Polri diusulkan ditambah hingga ruang siber dan penyadapan jadi salah satu tugas pokok kepolisian. Usulan ketentuan itu ditemukan di Pasal 6 RUU Polri yang mengatur yurisdiksi Polri.

Adapun yang terkait penyadapan diusulkan masuk dalam Pasal 14 Ayat (1) RUU Polri yang mengatur tentang tugas pokok kepolisian. Tugas pokok kepolisian disebutkan, melakukan penyadapan dalam lingkup tugas kepolisian sesuai dengan UU yang mengatur mengenai penyadapan. Ketentuan itu sebelumnya tidak diatur dalam UU No 2/2002.

Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, M Nurdin, RUU Polri harus dibahas secara hati-hati. Hal itu terutama yang terkait penyadapan agar tak terjadi penyalahgunaan penyadapan.


Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/05/30/revisi-uu-tni-prajurit-makin-leluasa-menjabat-di-instansi-sipil