Perubahan iklim: BMKG sebut sebagian wilayah Indonesia memasuki musim kemarau – Bagaimana cuaca panas berdampak terhadap masyarakat miskin?


‘Matahari seperti ada tujuh saja!’ – Bagaimana cuaca panas berdampak terhadap masyarakat miskin?

Sumber gambar, Getty Images Keterangan gambar, Seorang ibu menjemur bayinya di suatu lingkungan kumuh di Jakarta. Cuaca panas akhir-akhir sangat berdampak pada masyarakat miskin.

8 jam yang lalu

Kipas angin milik Titin Rustinah, 56 tahun, warga Jembatan Besi di Tambora, Jakarta Barat, menyala tiada henti.

“Sebulan belakangan ini panas banget. Kalau enggak pakai [kipas angin], enggak bisa tidur,” ujar Titin kepada wartawan Amahl Azwar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia saat menyambangi rumahnya pada Jumat (03/05).

BBC News Indonesia mengunjungi warga yang tinggal dekat rel kereta api di Tambora – tepatnya sekitar Stasiun Duri – untuk menelaah kondisi di daerah padat penduduk di tengah situasi cuaca yang memanas belakangan ini.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi suhu udara di beberapa wilayah di Indonesia dalam sepekan terakhir berkisar antara 32 derajat Celsius dan 37 derajat Celsius.

Walaupun tidak sepanas negara Asia Tenggara lainnya yang terpapar gelombang panas seperti Myanmar (yang mencapai 45,8 derajat Celsius) dan Thailand (44 derajat Celsius), sejumlah wilayah di Indonesia tetap mengalami suhu panas terik sebagai akibat dari siklus tahunan dari gerak semu matahari.

BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia, yaitu sebanyak 63,66% Zona Musim, akan memasuki periode musim kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024.

"Memasuki periode Mei, sebagian wilayah Indonesia mulai mengalami awal kemarau dan sebagian wilayah lainnya masih mengalami periode peralihan musim atau pancaroba, sehingga potensi fenomena suhu panas dan kondisi cerah di siang hari masih mendominasi cuaca secara umum di awal Mei 2024," ungkap Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto di Jakarta (03/05).

BMKG memperkirakan kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan pada bulan Juni-Agustus akan semakin kering sehingga minim potensi pertumbuhan awan hujan sehingga suhu udara ketika siang hari akan cenderung lebih panas dari periode akhir-akhir ini.

“Minimnya tutupan awan di siang hari dan kandungan uap air atmosfer lapisan bawah yang masih tinggi menjadi sebab suhu udara di Indonesia bagian selatan terasa terik ketika siang dan gerah ketika malam hari,” terang Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG, Ida Pramuwardani, secara terpisah.

'Kipas angin di ruang tamu nyala terus'

Bagi Titin Rustinah, yang menjabat sebagai ketua RT di lingkungannya, buntut dari perubahan suhu ini terasa dalam aspek kehidupan yang berhubungan dekat dengan banyak orang: tagihan listrik.

“[Tagihan] listrik berat banget. Kipas angin di ruang tamu nyala terus. Di kamar juga ada, kita nyalain kalau pas tidur. Dari Rp350.000 [bulan lalu] naik menjadi Rp500.000. Hitung aja,” cetus Titin.

Sumber gambar, AMAHL AZWAR Keterangan gambar, Kipas angin milik Titin Rustinah, 56 tahun, warga Jembatan Besi di Tambora, Jakarta Barat, sekarang menyala 24 jam.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca Investigasi: Skandal Adopsi Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu Episode Akhir dari Podcast

Untuk persediaan air bersih, Titin membeli air pikulan untuk kebutuhan minum dengan biaya Rp5.000 per pikul (satu pikul sama dengan dua jeriken air masing-masing 20 liter). Harga ini menurutnya naik dari sebelumnya Rp3.000 per pikul.

Sementara untuk kebutuhan air mandi, dirinya mengaku mengandalkan aliran dari masjid setempat dengan biaya Rp8.000 per jam – ini merupakan kenaikan harga dari yang sebelumnya Rp6.000 per jam.

“Untuk air mandi, kalau dulu sebelum naik per bulan habis Rp150.000. Sekarang bisa Rp200.000 per bulan untuk mandi. Untuk air minum, dua hari sekali [bayar] Rp5.000 . Dikali satu bulan sudah berapa? Belum listrik!” ujar Titin.

Baca juga:

“Makanya saya masak air minum sendiri. Daripada galon? Galon berapa duit?”

Bagi Dadan Supriatna, pria berusia 54 tahun asal Sukabumi, Jawa Barat yang menjadi tukang becak di Tambora dalam lima tahun terakhir, solusi untuk menghemat listrik adalah dengan tidak menggunakan kipas angin sama sekali.

“Ya, kalau malam-malam panas, pintu saya buka,” ujar Dadan.

Dadan sebelumnya bekerja sebagai kuli panggul di pasar pinggir Stasiun Duri. Setelah stasiun kereta dibangun tembok pembatas, Dadan mengaku beruntung mendapat kesempatan menjadi tukang becak karena diajak temannya.

Sumber gambar, Amahl Azwar Keterangan gambar, Dadan Supriatna, 54 tahun, tukang becak di Tambora, Jakarta Barat berjibaku dengan suasana terik.

Menjadi petani di desa asalnya sudah tidak mungkin karena tidak ada lagi lahan yang bisa dipakai untuk berladang.

Pemasukan Dadan sebagai tukang becak cukup fluktuatif – baginya apabila bisa mendapat Rp30.000-Rp40.000 per hari itu sudah ternilai baik.

“Ya, cuaca belakangan ini memang makin panas jadi saya harus pintar-pintar jaga kondisi dan mengatur waktu istirahat. Yang cukup terasa itu di air minum, dulu paling saya beli empat botol buat satu sehari, sekarang lebih dari enam botol,” ungkapnya.

Sumber gambar, AMAHL AZWAR Keterangan gambar, Dadan Supriatna tidak memasang kipas di kamar kontrakannya di Tambora, Jakarta Barat.

Apakah cuaca panas berdampak pada warga di luar Jawa?

Pengaruh dari cuaca panas akhir-akhir ini tidak terasa di Jawa saja.

Masyarakat petani di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, mengalami gagal panen dan harus mengeluarkan uang tambahan untuk belanja kebutuhan sehari-hari.

Hofni Marabidjala, petani di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto, mengatakan para petani di daerahnya seharusnya sekarang ini sudah mulai memanen hasil sawah. Pada kenyataannya, petani baru biasa menyiapkan lahan karena cuaca yang sangat panas dan curah hujan minim.

"Kita di sini merasakan semakin panas sekali. Panas ini berpengaruh terhadap air dan hasil panen menurun, tahun ini kan rata-rata jagung juga tidak ada karena cuaca yang tidak bersahabat," kata Hofni kepada wartawan Eliazar Robert, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia pada Jumat (03/05).

Hofni mengaku khawatir suhu panas dan kondisi cuaca ini apabila terus berlanjut maka akan berdampak terhadap pendapatan para petani sementara harga kebutuhan pokok seperti beras terus meningkat.

Sumber gambar, ELIAZAR ROBERT Keterangan gambar, Kepala Desa Raknamo, Augusto Fernandes mengakui pengaruh cuaca panas sangat mempengaruhi warganya.

Kepala Desa Raknamo, Augusto Fernandes, mengakui pengaruh cuaca panas sangat berpengaruh terhadap produksi hasil pertanian, jam kerja, dan juga kesehatan masyarakat.

Menurut Augusto, hasil pertanian yang menurun antara lain jagung, padi, dan beberapa tanaman hortikultura lainnya. Sawah tadah hujan yang dimiliki warganya pun tidak bisa dimaksimalkan dibanding tahun-tahun sebelumnya akibat curah hujan yang sangat minim.

Adapun penggunaan pemakaian listrik yang berlebihan dalam dua bulan terakhir ini dirasakan Priscilla Malewan, warga Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Timur.

"Dua kipas angin itu hidup 24 jam, jadi listrik juga membengkak, dulu Rp50.000 bisa lebih dari satu minggu. Kalau sekarang ini tiap empat hari harus isi pulsa," tutur Priscilla.

Jitro Magalhaens, buruh pabrik batako di kawasan Jalan Timor Raya KM. 27, Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Timur, mengaku suhu panas akhir-akhir ini membuat dirinya kewalahan.

"Kalau sudah jam 9 ke atas itu panas sekali, kalau tidak istirahat bisa-bisa mati karena panas," ucap Jitro pada Jumat (03/05).

“Matahari seperti ada tujuh saja.”

Upah yang diterima Jitro disesuaikan dengan jumlah produksi batako yang dihasilkannya. Sehingga, pemasukannya akan berkurang apabila mengurangi produktivitas

"Jadi mau panas pun terpaksa harus kerja, tapi saya harus beli air mineral tambah atau beli minuman dingin biar tidak terlalu haus, disini" kata Jitro.

Upah harian Jitro berkisar antara Rp20.000 dan Rp50.000. Cuaca panas baru ini-ini membuatnya harus keluar uang ekstra sekitar Rp14.000 untuk air minum berupa dua botol air mineral ukuran 1,5 liter.

Untuk mengakali keadaan ini, Jitro berjalan kaki sekitar 1,5 kilometer menuju pabrik tempatnya bekerja untuk menghemat biaya ojek sekitar Rp15.000. Uang ini digunakannya untuk membeli air mineral.

Apa kata pengamat tentang dampak perubahan cuaca terhadap masyarakat miskin?

BBC News Indonesia mewawancarai penyusun karya tulis ilmiah berjudul Perubahan iklim menambah sengsara warga miskin kota di luar Jawa yang terbit pada 10 Oktober 2023 di The Conversation.

Penelitian karya Muhammad Rifqi Damm, Cindy Rianti Priadi, Inaya Rakhmani, dan Muhammad Irvan itu berupaya menggali bagaimana cuaca ekstrem berdampak pada kawasan urban, khususnya masyarakat miskin yang sangat dirugikan akibat kejadian tersebut.

BBC News Indonesia mewawancarai Damm yang merupakan research fellow pada Asia Research Centre, Universitas Indonesia (ARC UI) untuk secara spesifik mengomentari pengaruh iklim dalam konteks meningkatnya suhu panas baru-baru ini terhadap ekonomi masyarakat bawah.

Sumber gambar, ELIAZAR ROBERT Keterangan gambar, Ladang di Desa Raknamo, Kecamatan Amabi Oefeto di Kupang, Nusa Tenggara Timur dilanda kekeringan

“Cuaca panas biasanya berpengaruh pada perekonomian di berbagai sektor, misalnya pertanian, konstruksi, dan industri padat karya. Sektor pertanian tentu paling mudah terdampak oleh kondisi cuaca. Produktivitas pekerja di sektor konstruksi dan industri juga cenderung menurun jika terjadi cuaca panas,” ujar Damm.

Dari aspek pengaruh cuaca panas ke penghasilan masyarakat, Damm berpendapat hal ini dapat dilihat dari segi pendapatan dan pengeluaran.

“Cuaca panas cenderung membuat produktivitas menurun, karena tubuh akan lebih mudah kelelahan. Akibatnya, pendapatan pun menurun. Khususnya bagi orang-orang yang mengandalkan tenaga fisik mereka untuk berbagai pekerjaan,” ujarnya.

Faktor kesehatan masyarakat, sambung Damm, juga dapat dipengaruhi oleh cuaca panas – khususnya karena mudah mengakibatkan dehidrasi, sakit kepala, dan demam akibat paparan matahari.

Selain itu, Damm menyoroti fenomena cuaca panas yang biasanya beriringan dengan menurunnya hujan maupun pasokan air, baik air permukaan seperti sungai atau danau maupun air tanah.

“Masyarakat yang mengandalkan pasokan air PDAM biasanya akan terdampak oleh aliran air yang mengecil, bahkan terhenti. Begitu juga yang mengandalkan air tanah."

"Di banyak tempat, sumur pompa juga tidak bisa diharapkan karena tidak ada air tanah yang cukup. Apalagi untuk daerah-daerah padat penduduk, seperti kampung-kampung kota di Jabodetabek,” ujar Damm.

Secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, juga menyebut fenomena cuaca panas ini dapat mengakibatkan gagal panen bagi masyarakat pertanian.

Bhima juga mengkhawatirkan tingkat polusi di udara yang meningkat dengan kondisi cuaca yang semakin panas. Penduduk yang berada di pemukiman kumuh, menurut dia, menjadi lebih rentan terkena penyakit sehingga ini dapat meningkatkan biaya kesehatan mereka.

Apa penjelasan BMKG soal cuaca panas akhir-akhir ini?

Ketua Tim Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ida Pramuwardani, menyebut dalam sepekan terakhir suhu udara di beberapa wilayah Indonesia berkisar di 32-37 derajat Celsius.

“Suhu tertinggi pada tanggal 28 April yakni 37,3 derajat Celsius di Deli Serdang, Sumatera Utara,” ujar Ida kepada BBC News Indonesia.

Ida menjelaskan apa yang terjadi di Indonesia bukanlah gelombang panas (heatwave) seperti yang terjadi di negara tetangga seperti Filipina, Thailand, dan Vietnam.

Seperti diketahui, beberapa negara Asia Tenggara terpapar gelombang panas seperti Myanmar yang mencapai 45,8 derajat Celsius dan Thailand (44 derajat Celsius).

Gelombang panas, sambung Ida, umumnya terjadi di wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi dengan syarat terjadi kenaikan suhu mencapai lima derajat lebih tinggi dari suhu rata-rata maksimum harian dalam kurun waktu lima hari berturut-turut atau lebih.

Ida menjelaskan secara karakteristik fenomena, suhu panas terik di Indonesia sebagai akibat dari siklus tahunan dari gerak semu matahari.

“Kondisi ini umum terjadi, biasanya pada bulan Maret-Juni di mana posisi matahari yang berada tidak jauh dari ekuator yang sekarang sedang berada di belahan bumi utara (BBU) dan bergerak ke utara,” jelasnya.

Selain itu kondisi cuaca di beberapa wilayah Indonesia terutama di Jawa hingga Nusa Tenggara (termasuk Jabodetabek) minim pertumbuhan awan dan hujan.

“Kondisi ini tentunya menyebabkan penyinaran matahari tidak mengalami hambatan signifikan oleh awan di atmosfer, sehingga suhu pada siang hari di luar ruangan dapat terasa terik,” cetusnya

BMKG, menurut Ida, memperkirakan pada bulan Juni-Agustus, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan akan semakin kering. Hal ini membuat potensi pertumbuhan awan hujan minim sehingga suhu udara ketika siang hari akan cenderung lebih panas dari periode akhir-akhir ini.

“Minimnya tutupan awan di siang hari dan kandungan uap air atmosfer lapisan bawah yang masih tinggi menjadi sebab suhu udara di Indonesia bagian selatan terasa terik ketika siang dan gerah ketika malam hari,” jelasnya.

Saat ditanya mengenai kaitan suhu panas akhir-akhir ini dengan perubahan iklim, Ida mengatakan: “Pemanasan global memberikan kontribusi pada skala lama, jadi tidak langsung memberikan pengaruh meskipun tetap berkontribusi terhadap perubahan suhu.”

Menurut Ida, fenomena El Nino belum bisa dijadikan alasan cuaca panas belakangan karena belum ada kajian.

Terpisah, Peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengatakan kondisi laut di sekitar Indonesia dapat menetralkan suhu sehingga panas ekstrem atmosfer tidak langsung menjalar ke darat.

“Ada semacam peredaman dari gelombang panas tersebut. Indonesia kemungkinan terjadi heatwave sangat kecil,” ujar Erma.

“Di Indonesia itu yang memungkinkan adalah fenomena hot spell atau beberapa hari berturut-turut mengalami panas yang melebihi ambang batas sekitar 27,5 derajat Celsius.”


Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.bbc.com/indonesia/articles/cj7m9xgk3gxo