Perdana Menteri Palestina Tiba-Tiba Mengundurkan Diri, Ada Apa?
Jakarta, CNBC Indonesia Perdana Menteri (PM) Otoritas Palestina (PA) Mohammed Shtayyeh dan pemerintahannya telah mengajukan pengunduran diri mereka pada Senin (27/2/2024). Pengunduran diri tersebut terjadi ketika lembaga itu mendapatkan kritikan dari Amerika Serikat (AS) dan warga Palestina sendiri.
"Saya ingin memberitahu dewan yang terhormat dan tokoh-tokoh kami bahwa saya menyerahkan pengunduran diri pemerintah kepada Tuan Presiden (Mahmoud Abbas), Selasa lalu, dan hari ini saya menyampaikannya secara tertulis," kata Shtayyeh dalam sebuah unggahan di Facebook, dikutip CNN International.
PA didirikan pada pertengahan 1990-an sebagai pemerintahan sementara yang menunggu kemerdekaan setelah Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menandatangani Perjanjian Oslo dengan Israel. Kelompok ini bermarkas di kota Ramallah, Tepi Barat, dan menjalankan pemerintahan sendiri di beberapa bagian wilayah tersebut.
PA, yang didominasi oleh partai politik Fatah, memegang kendali atas Gaza hingga tahun 2007 saat Hamas memenangkan pemilihan legislatif 2006. Diketahui, saat ini Israel sedang berperang melawan Hamas yang dimulai dengan aksi kelompok penguasa Gaza itu yang menyerang Israel 7 Oktober lalu.
Israel menolak kemungkinan PA kembali ke Gaza setelah perang. Tel Aviv juga menolak gagasan mendirikan negara Palestina di wilayah tersebut.
Meski begitu, Amerika Serikat (AS) lebih memilih PA untuk mengendalikan Tepi Barat dan Gaza sebagai bagian dari negara Palestina merdeka di masa depan. Namun Washington meminta agar lembaga itu direformasi ulang.
Shtayyeh, yang ditunjuk sebagai Perdana Menteri pada tahun 2019, Oktober lalu menyebut bahwa tidak ada solusi terhadap konflik Israel-Palestina tanpa AS. Walau begitu, ia menganggap saat ini Washington tidak serius untuk mengakhiri konflik tersebut.
Di sisi lain, PA juga sangat tidak populer di kalangan warga Palestina, yang melihatnya tidak mampu memberikan keamanan dalam menghadapi serangan rutin Israel di Tepi Barat. Jajak pendapat Pusat Penelitian Kebijakan dan Survei Palestina pada bulan Desember menunjukkan bahwa lebih dari 60% warga Palestina menginginkan PA dibubarkan
"Sementara itu, dukungan terhadap Presiden Abbas, yang menjabat sejak 2005, melemah. Di Tepi Barat, 92% responden menginginkannya mengundurkan diri," menurut jajak pendapat tersebut.