HEADLINE: Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 Digugat ke MK, Bagaimana Peluangnya?


Liputan6.com, Jakarta Tiba di Mahkamah Konstitusi pukul 09.00 WIB, Kamis (21/3/2024), Tim Hukum Anies-Muhaimin (AMIN) langsung menuju ruang tunggu di Gedung 3 Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. Di antara mereka, ada yang membawa tumpukan berkas yang tingginya sekitar 10 sentimeter. Ada juga berkas lain yang dibawa menggunakan tas jinjing.

Berkas-berkas itu rencananya akan menjadi dokumen yang didaftakan dalam proses registrasi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU untuk Pemilu Presiden 2024. MK telah membuka pendafataran gugatan sejak Kamis dinihari, tak lama KPU menetapkan hasil pemilu nasional dengan Prabowo-Gibran menjadi pemenang Pilpres 2024.

Menurut Direktur eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah Putra, gugatan hasil Pilpres 2024 merupakan bagian dari upaya formal yang konstitusional. Namun secara substansi, MK sulit dipercaya.

"Sehingga peluang gugatan kandas dan tidak pengaruhi putusan KPU sangat besar," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (21/3/2024).

Bahkan menurutnya, bisa saja gugatan ini akan mendapat tekanan lebih awal karena pengusung gugatan masih menjadi bagian dari pemerintah yang terkesan pro Prabowo-Gibran, seperti PKB dan Nasdem. Dedi menyebut dua partai ini berpeluang tidak akan kuat mendorong gugatan.

"Bukan karena setengah hati, tapi lebih pada soal mereka dipastikan ditekan lebih awal," ujar dia.

Dedi menilai, Pemilu 2024 akan sulit dibuktikan pelanggaran teknisnya. Sementara MK hanya akan menelusuri bukti pelanggaran teknis. "Ini yang membuat penggugat kesulitan," kata dia.

Padahal Ia menilai dugaan pelanggaran Pemilu 2024 telah banyak terjadi. Bahkan pelanggaran itu sudah bukan menjadi hal yang kasat mata.

"Pelanggaran Pemilu 2024 banyak dan secara tegas terjadi pada aspek wewenang, misalnya KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebagai Cawapres tanpa menggunakan landasan Undang-undang, hanya berdasarkan keputusan MK, sementara putusan MK semestinya tidak bisa langsung digunakan, itulah sebab ketua KPU diputus bersalah oleh DKPP," dia menandaskan.

Sementara itu Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow menilai, perlu ada metode baru dalam proses gugatan ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Bila para penggugat masih menggunakan pola lama dengan menekankan pada gugatan hasil Pilpres, harapan untuk dikabulkan MK terbilang tipis.

"Semestinya gugatan itu (sekarang) lebih bernas. Pasti dua kali sebelumnya jadi pelajaran bagi mereka. Kayaknya di Tim Amin ada pernah masuk tim Prabowo sebelumnya. Bisa saja. Karena kan dulu PKS dukung Prabowo. Dia belajar dari situ. Sehingga semestinya tidak mengulang," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (21/3/2024).

Namun menurutnya, ada karakteristik persoalan yang berbeda dengan gugatan-gugatan Pilpres sebelumnya. Pada Pilpres 2024 ini, dugaan pelanggaran terjadi dengan melibatkan aparatur negara.

"Tetapi ada karakteristik persoalan yang berbeda dengan yang dulu. Saya kira ini kekhasan dan memang semestinya itu bisa memperkuat materi gugatan mereka. Karena kalau tidak ada yang khas dari pelanggaran itu, atau kalau model pelanggaran itu sama dengan yang dulu ya saya pesmistis," kata dia.

"Karena dulu sudah terbukti dengan model begitu, tidak menang. Lalu sekarang selisih suaranya lebih tinggi. Itu lebih rumit. Makanya dia harus mencari pola baru, tidak boleh semata mata pakai model yang lama," dia mengimbuhkan.

Bila menggunakan cara demikian, dia menilai akan ada secercah harapan gugatan pilpres 2024 bakal dikabulkan MK. "Kalau berdasarkan gugatan perselisihan suara itu akan sulit karena bedanya jauh sekali. Adapun celah itu bisa dilakukan melalui materi gugatan pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Namun itu juga bukan hal yang mudah," ujar dia.

Dia juga menyoroti tentang Mahkamah Konstitusi yang selalu menjadi akhir dari pagelaran Pilpres di setiap lima tahun. Menurutnya, kandidat yang menggugat lewat MK bukan semata mereka tidak siap kalah dalam pertarungan demokrasi tersebut.

"Saya kira tidak soal itu juga. Ini yang harus jadi catatan evaluasi kita, pemilu kita itu secara teknis emang rumit. Dan karena rumit hampir pasti dalam pemilu itu ada pelanggaran dan kecurangan. Ini akan selalu menjadi clue karena akan membuat bahwa para kandidat yang maju itu dia kalah bukan karena pemilu yang baik, jurdil tapi dia kalah karena pemilu yang banyak sekali masalah," terang dia.

Kondisi tersebut yang membuat pikiran para kandidat untuk melakukan gugatan hasil Pilpres. Karena para paslon sendiri tidak percaya dengan hasil Pemilu 2024 yang seharusnya berlangsung luber dan jurdil.

"Jadi hasil ini tidak baik, atau pemilunya tidak baik menghasilkan sesuatu yang tidak mencerminkan pilhan masyarakat. Dan karena situasi begitu, dia kalah. Karena itu dia harus mencari keadilan dalam proses sengketa di Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Selain itu, juga adanya kelemahan dalam penegakan hukum. Jeirry menuturkan kerangka penegakan hukum di pemilu sangat rapuh. Sehinga kecurangan dan pelanggaran itu tidak berujung kepada sanksi yang semestinya.

"Kalau kita belajar dari pemilu terakhir, kecurangan itu menurut saya disengaja. By design. Karena mereka tahu bahwa kerangka hukum kita itu tidak mampu menjangkau atau paling tidak, tidak bisa memberi sanksi yang fatal kepada paslonnya, kandidat. Paling teguran saja, paling disurati saja, tidak akan berujung kepada diskualifikasi. Karena memang dilakukan berkali kali tidak ada sanksinya bagi kandidat. Jadi itu juga membuat kandidat yang kalah merasa ngggak puas," kata dia.

"Bagi saya, dua ini lebih penting ya ketimbang kita bicara kandidat tidak siap kalah," dia menegaskan.

Faktor lainnya persoalan Pilpres berujung di MK ialah lantaran adanya provokasi dari tim pemenang yang bisa saja mempunya motivasi lain. Hal itu bisa saja namun bukan variabel yang dominan.

"Dulu ada sempat begitu, di Prabowo kedua kalau nggak salah. Ada yang meyuruh melakukan gugatan di MK meskipun sudah tahu sulit dan peluangnya kecil. Sebetulnya untuk meredakan emosi massa. Ini satu problem kita karena rakyat kita harus dididik lebih cerdas dalam pemilu. Jadi MK adalah kanalisasi untuk meredakan emosi massa pendukung. Ada kandidat yang memperimbangkan begitu," dia menandaskan.


Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.liputan6.com/news/read/5555810/headline-kemenangan-prabowo-gibran-di-pilpres-2024-digugat-ke-mk-bagaimana-peluangnya