Fahri Hamzah: Tak Hanya "Parliamentary Threshold", "Presidential Threshold" Juga Harus Dihapus Halaman all


JAKARTA, KOMPAS.com Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen dan ambang batas presiden (presidential threshold) harus dihapus. Fahri menyebut, ambang batas tersebut hanya membuat jarak dengan rakyat. Adapun Fahri merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan ambang batas parlemen 4 persen harus diubah sebelum 2029. "Jadi di masa yang akan datang, tidak saja parliamentary threshold, sebenarnya presidential threshold juga harus dihapuskan. Karena itulah yang menyebabkan rakyat itu berjarak dengan apa yang harus dia pilih dan hak-hak yang melekat pada rakyat itu," ujar Fahri saat dihubungi, Jumat (1/3/2024). Baca juga: MK Tegaskan Tak Hapus Parliamentary Threshold, tetapi Minta Diatur Ulang agar Rasional Fahri menyampaikan, segala bentuk ambang batas pada dasarnya mendistorsi hak-hak rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung. Sebab, keberadaan threshold tersebut membuat rakyat dibatas-batasi. Meski begitu, dia menilai suara rakyat jauh lebih kuat. "Suara rakyat itu tinggi. Sehingga kalau ada UU yang coba membatasi dan membatalkan hak fundamental rakyat, dalam hal ini dengan prinsip kedaulatan rakyat, maka dia harus dihilangkan," tutur dia. "Kalau kita membaca substansi dari argumen MK, tentang kedaulatan rakyat, maka seluruh proses demokrasi dan pemilu itu intinya adalah kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, segala jenis pembatasan yang menyebabkan lahirnya perantara antara kekuasaan dengan rakyat itu harus dihentikan," kata Fahri. Fahri mengatakan, ambang batas ini membuat pilihan rakyat dan orang yang terpilih jadi berbeda. Maka dari itu, kata dia, tidak heran jika masih ada anggapan bahwa para wakil rakyat sebenarnya bukan betul-betul mewakili rakyat, melainkan masing-masing partainya. "Padahal seharusnya wakil rakyat adalah wakil langsung daripada rakyat. Karena pada dasarnya rakyat itu memilih orang, kemenangan ditentukan oleh perolehan suara terbanyak," ujar Fahri. Baca juga: Partai Buruh Nilai MK Tak Tegas dan Ulur Waktu soal Ambang Batas Parlemen Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4 persen terhadap pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Perkara yang terdaftar dengan nomor 116/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti. Dalam putusannya, MK menyatakan norma pasal 414 Ayat (1) atau ambang batas parlemen 4 persen tetap konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR tahun 2024. Lalu, menyatakan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR tahun 2029 dan Pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan dengan berpedoman pada beberapa syarat yang sudah ditentukan. Dengan kata lain, MK menyebut ambang batas 4 persen harus diubah sebelum Pemilu serentak tahun 2029. Ambang batas 4 persen tetap berlaku di Pemilu selanjutnya jika pengaturannya diubah. "Dalam pokok permohonan; satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2023). “Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan Pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan,” tutur Suhartoyo. Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan, MK menyerahkan perubahan ambang batas parlemen kepada pembentuk Undang-Undang. Namun, perubahan itu harus memperhatikan lima poin. Pertama, didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR. Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam rangka untuk mewujudkan penyederhanaan parpol; dan keempat, perubahan telah selesai sebelum dimulai tahapan penyelenggaran Pemilu 2029. "Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaraan Pemilihan Umum dengan menerapkan sistem partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan parpol peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR," ujar Saldi Isra.

Dilansir dari dan telah tayang di: https://nasional.kompas.com/read/2024/03/02/06502391/fahri-hamzah-tak-hanya-parliamentary-threshold-presidential-threshold-juga?page=all