Banjir Demak terparah dalam 30 tahun terakhir


Banjir Demak terparah dalam 30 tahun terakhir Apakah bencana ini berkaitan dengan Selat Muria?

Sumber gambar, Antara Foto Keterangan gambar, Relawan gabungan mengevakuasi warga korban banjir dengan perahu karet di Karanganyar, Demak, Jawa Tengah, Minggu (17/03).

22 Maret 2024

Banjir di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, disebut yang terparah dalam 30 tahun terakhir lantaran magnitudenya jauh lebih luas dari bencana serupa di tahun-tahun sebelumnya.

Ini karena banjir nyaris menenggelamkan setidaknya belasan kecamatan dan telah melumpuhkan aktivis perekonomian.

Tapi ketimbang mengungkap akar masalah dari bencana, narasi yang berkembang di media sosial justru menganggap peristiwa itu adalah kewajaran mengingat wilayah Demak dulu adalah wilayah selat – Selat Muria – yang berubah menjadi dataran rendah.

Apakah narasi itu berdasar dan apa sebetulnya penyebab banjir di Demak?

Banjir Demak mulai surut

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut banjir di Kabupaten Demak sudah mulai surut pada Kamis (21/03).

Di beberapa kecamatan seperti Karanganyar misalnya, ketinggian air dilaporkan turun hingga 50 cm dari sebelumnya 200 cm.

Kemudian di wilayah Demak Kota disebutkan ketinggian air juga mengalami penurunan sekitar 20 cm.

Tercatat tinggal enam kecamatan antara lain Karang Tengah, Kecamatan Gajah, Kecamatan Wonosalam, dan Kecamatan Sayung masih terendam banjir.

Di sisi lain, BPBD Kabupaten Demak juga melaporkan sejumlah pengungsi berangsur kembali ke rumah masing-masing.

Sumber gambar, ANTARA FOTO Keterangan gambar, Warga menyaksikan rumah yang terendam banjir di Desa Ketanjung, Karanganyar, Demak, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2024).

Adapun pengungsi yang bertahan di tempat pengungsian mencapai 24.436 orang dan tersebar di 106 titik.

Dia juga bilang, tim gabungan yang terdiri dari BPBD Kabupaten Demak bersama unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) terus bekerja sama dalam penanganan darurat banjir serta melakukan pendataan terhadap dampak kerugian materil.

Tim gabungan bersama warga juga telah memulai kegiatan pembersihan lingkungan di wilayah yang telah surut genangannya.

Sumber gambar, ANTARA FOTO Keterangan gambar, Foto udara kondisi jalur utama pantura Demak-Kudus yang terendam banjir di Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (18/3/2024).

Sebelumnya, Kepala BPBD Kabupaten Demak, Agus Nugroho, mengungkapkan banjir yang terjadi sejak Senin (18/03) itu membuat 90 desa di 11 kecamatan di Demak terendam.

Jumlah warga yang terdampak diperkirakan lebih dari 97.000 orang dan lebih kurang 25.000 orang mengungsi.

BPBD Kabupaten Demak mengimbau warga untuk selalu waspada akan potensi banjir susulan juga terhadap binatang-binatang liar seperti ular yang muncul pascabanjir.

Bagaimana terbentuknya area Demak?

Tapi di media sosial X, banjir terparah di Demak ini banyak dikaitkan dengan Selat Muria, bahkan sebuah akun menyebut "datarannya sedang direklaim balik oleh laut".

Hentikan Twitter pesan, 1 Izinkan konten Twitter? Artikel ini memuat konten yang disediakan Twitter. Kami meminta izin Anda sebelum ada yang dimunculkan mengingat situs itu mungkin menggunakan cookies dan teknologi lain. Anda dapat membaca Twitter kebijakan cookie dan kebijakan privasi sebelum menerima. Untuk melihat konten ini, pilihlah 'terima dan lanjutkan'. Terima dan lanjutkan Peringatan: BBC tidak bertanggung jawab atas konten situs eksternal Lompati Twitter pesan, 1 Konten tidak tersedia Lihat lebih banyak di Twitter BBC tidak bertanggung jawab atas konten dari situs eksternal

Narasi serupa juga dicuitkan akun @isirfanramadhan, "ngeri juga banjir di Demak apakah ada kaitan dengan Selat Muria yang dulunya itu laut?"

Hentikan Twitter pesan, 2 Izinkan konten Twitter? Artikel ini memuat konten yang disediakan Twitter. Kami meminta izin Anda sebelum ada yang dimunculkan mengingat situs itu mungkin menggunakan cookies dan teknologi lain. Anda dapat membaca Twitter kebijakan cookie dan kebijakan privasi sebelum menerima. Untuk melihat konten ini, pilihlah 'terima dan lanjutkan'. Terima dan lanjutkan Peringatan: BBC tidak bertanggung jawab atas konten situs eksternal Lompati Twitter pesan, 2 Konten tidak tersedia Lihat lebih banyak di Twitter BBC tidak bertanggung jawab atas konten dari situs eksternal

Dosen Teknik Geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Salahuddin Husein, mengatakan secara geologis memang wilayah Demak hingga Kecamatan Juwana di Pati dulu adalah selat yang memisahkan Gunung Muria dengan dataran Jawa.

Namun sekitar abad ke-8, selat tersebut berubah menjadi dataran rendah seperti yang dikenal sekarang.

Proses perubahan Selat Muria menjadi dataran, kata Salahuddin, tak bisa dilepaskan dari peristiwa banjir yang intensitasnya terbilang sering di wilayah tersebut.

Sebab melalui banjir lah terbawa sedimen-sedimen seperti batu dan tanah dalam jumlah sangat banyak sehingga bisa menutup selat dan mengubahnya menjadi dataran rendah.

"Dari catatan sejarah yang minim, kurang lebih periode puncak sedimentasi yang mengubah selat menjadi dataran berlangsung sekitar abad ke-10 sampai 14. Jadi perlu waktu ratusan tahun di situ," ungkap Salahuddin kepada BBC News Indonesia.

Material atau sedimen yang terbawa oleh banjir itu, sambungnya berasal dari Perbukitan Kendeng yang mengalir melalui Sungai Serang dan Sungai Tuntang.

"Perbukitan Kendeng ini juga mudah erosi. Material atau tanahnya mudah sekali untuk dierosi apalagi dalam kapasitas banjir, itu mengapa selat ini dengan cepat tertutup."

Salahuddin berkata, meski dataran itu dihasilkan dari erosi tanah dan bebatuan yang terbawa banjir tapi lahannya terbilang subur untuk pertanian.

Pun secara transportasi, lanjutnya, Demak merupakan salah satu nadi utama jalur transportasi Pulau Jawa.

Apakah Selat Muria berkaitan dengan banjir Demak?

Salahuddin menegaskan banjir parah yang terjadi di Demak tak ada sangkut pautnya dengan Selat Muria.

Analisisnya bencana hidrometeorologi tersebut disebabkan oleh beberapa hal: perubahan iklim, eksploitasi alam secara berlebihan, dan skema mitigasi yang dinilai kurang.

Tak bisa dipungkiri, bahwa anomali cuaca kali ini dipicu oleh fenomena atmosfer yakni Madden Julian Oscillation (MJO) yang juga dipengaruhi oleh tiga bibit siklon tropis.

Sumber gambar, ANTARA FOTO Keterangan gambar, Foto udara warga melewati banjir yang merendam kawasan Alun-alun Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Selasa (19/3/2024).

Dalam laporan BBC News Indonesia pada Rabu (20/03) disebutkan oleh Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, dampak banjir di Demak terasa "lebih parah" dibandingkan pada Februari lalu karena saat cuaca ekstrem terjadi, kondisi air laut juga sedang pasang maksimum mencapai 165 cm.

Kemudian di hulu atau area perbukitan Kendeng, terjadi perubahan fungsi hutan menjadi perkebunan yang mengakibatkan kemampuan menahan erosinya lebih kecil.

Meskipun belum ada studi komprehensif soal kerusakan hutan di sana tapi jika melihat perubahan lahan akibat perkebunan nampak kerusakan sangat signifikan sekali.

Akan tetapi, laporan Walhi Jawa Tengah pada Januari 2023 menunjukkan selain perkebunan juga marak penambangan batu gamping di Kawasan Karst Sukolilo, baik yang berizin maupun ilegal.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca Investigasi: Skandal Adopsi Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu Episode Akhir dari Podcast

Masyarakat setempat disebut sudah dua kali melaporkan aktivitas tambang ilegal itu ke Bidang Penegakan Hukum KLHK, namun tak membuahkan hasil.

"Perubahan lahan akibat pertanian mempercepat erosi dan menambah volume debit air yang masuk ke sungai. Yang harusnya air masuk ke tanah langsung ke sungai, ini yang tidak terhindarkan," ujar Salahuddin, pakar geologi dari UGM.

Lalu di hilir, berlangsung pembangunan infrastruktur yang sangat masif yang memberikan 'beban' bagi tanah dan akhirnya ekstraksi air tanah secara berlebihan untuk konsumsi masyarakat.

"Ini menyebabkan permukaan tanah di sisi lahan penerima banjir turun. Jadi multiple faktor yang menyebabkan banjir."

Itu mengapa menurut dia, narasi yang berkembang di media sosial kalau Selat Muria berkaitan dengan banjir besar di Demak adalah keliru.

"Saya menyebutnya sebagai fatalistik statement, seolah manusia menyerah terhadap alam. Karena sebenarnya kita bisa mengendalikan banjir dan itu sudah pernah diinisiasi dengan pembentukan normalisasi Sungai Wulan, bendungan dibikin."

Apakah Selat Muria bisa kembali?

Salahuddin bilang hal itu mustahil terjadi. Sebab proses geologi berupa erosi dari lajur Perbukitan Kendeng dan Perbukitan Rembang yang melewati Sungai Tuntang, Serang, dan Juwana masih terus berlangsung hingga saat ini dan membawa sedimen yang tinggi.

Dampaknya garis pantai di pesisir Demak maupun pesisir Juwana, katanya, akan terus bergerak maju.

Sumber gambar, ANTARA FOTO Keterangan gambar, Warga melintasi jalan Pantura yang terendam banjir di Karanganyar, Demak, Jawa Tengah, Minggu (17/3/2024).

Ia kemudian menjelaskan, pembentukan selat memerlukan proses geologis berupa pembentukan cekungan laut (sea-basin subsidence) yang membutuhkan waktu hingga jutaan tahun.

"Suatu selat akan terbentuk secara geologis yakni apabila kerak Bumi di kawasan tersebut mengalami peregangan dan penurunan secara tektonis," katanya.

Adapun indikasi awal proses tektonis belum terlihat.

Apa yang akan dilakukan pemerintah?

Dalam kunjungannya ke Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Presiden Joko Widodo menyebut ada tiga upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi banjir di wilayah ini.

Pertama, dengan perbaikan tanggul. Kata Jokowi, banjir di Demak merupakan imbas dari cuaca ekstrem hingga menyebabkan jebolnya tanggul.

Untuk diketahui banjir di wilayah perkotaan Demak dipicu jebolnya tanggul Sungai Lusi di Desa Bugel, Kecamatan Godong.

Karena itulah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) disebut telah memperbaiki tanggul yang jebol, termasuk yang mengalami kerusakan parah.

Sumber gambar, ANTARA FOTO Keterangan gambar, Presiden Joko Widodo (kiri) membagikan makanan untuk berbuka puasa kepada anak-anak pengungsi banjir Demak di Demak, Jawa Tengah, Jumat (22/3/2024).

Kedua, pemerintah pusat telah melakukan rekayasa cuaca agar intensitas hujan di kawasan Demak berkurang.

Terakhir, kegiatan pemompaan air yang bakal terus dilakukan meski banjir sudah mulai surut.

Selain akibat cuaca ekstrem, Presiden Jokowi juga menyebut bahwa penebangan hutan secara liar di hulu berkontribusi pada bencana banjir kali ini.


Dilansir dari dan telah tayang di: https://www.bbc.com/indonesia/articles/clm75v3llvxo