AS Lumpuhkan Rusia, Biden Lempar 500 'Bom' ke Arah Putin
Jakarta, CNBC Indonesia Amerika Serikat (AS) akan menjatuhkan sanksi terhadap lebih dari 500 sasaran Rusia, Jumat (23/2/2024). Ini sebagai tindakan yang memperingati dua tahun serangan besar besaran Moskow ke Ukraina,
Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo mengatakan tindakan tersebut akan menargetkan kompleks industri militer Rusia dan perusahaan-perusahaan di negara ketiga yang memfasilitasi akses Rusia terhadap barang-barang yang diinginkannya. Sanksi ini nantinya juga akan diterapkan dengan kerja sama bersama negara lain.
"Kami akan mengimplementasikan ratusan sanksi di sini, di AS, namun penting untuk mengambil langkah mundur dan mengingat bahwa bukan hanya Amerika yang mengambil tindakan tersebut," kata Adeyemo dikutip Reuters.
Paket tersebut akan menjadi yang terbaru dari ribuan sanksi yang menargetkan Moskow yang diumumkan oleh AS dan sekutunya setelah serangan Rusia ke Ukraina pada tahun 2022, yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan menghancurkan kota-kota.
Hukuman baru ini dijatuhkan ketika AS dan sekutunya berupaya mempertahankan tekanan terhadap Rusia, meskipun terdapat keraguan mengenai apakah Kongres AS akan menyetujui bantuan keamanan tambahan untuk Kyiv.
Pemerintahan Presiden Joe Biden telah kehabisan dana yang sebelumnya disetujui untuk Ukraina. Kondisi ini diperburuk dengan permintaan dana tambahan yang tertunda di Dewan Perwakilan Rakyat yang dikuasai Partai Republik, yang membuat Kyiv harus melepas salah satu kotanya, Avdiivka, ke tangan Rusia.
"Sanksi dan kontrol ekspor diarahkan untuk memperlambat laju Rusia, sehingga mempersulit mereka untuk melakukan perang pilihan mereka di Ukraina," tambah Adeyemo.
"Tetapi pada akhirnya, untuk mempercepat Ukraina, untuk memberikan mereka kemampuan untuk membela diri, Kongres perlu bertindak untuk memberikan Ukraina sumber daya yang mereka butuhkan dan senjata yang mereka butuhkan."
Para ahli telah memperingatkan bahwa sanksi tersebut tidak cukup untuk menghentikan serangan Moskow. Ini terbukti dengan perkembangan militer Negeri Beruang Putih yang masih mampu berperang meski sebelumnya ribuan sanksi telah dijatuhkan.
"Apa yang dilakukan Kongres untuk memberikan bantuan militer tambahan kepada Ukraina akan sangat berarti, jauh lebih penting daripada apa pun yang bisa mereka lakukan terkait sanksi," kata Peter Harrell, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional.
Perang besar antara Rusia dan Ukraina dimulai sejak 24 Februari 2022 lalu. Presiden Rusia Vladimir Putin beralasan bahwa serangan didasarkan pada niatan Kyiv untuk bergabung dengan aliansi militer Barat pimpinan AS, NATO, yang notabenenya merupakan rival dari Moskow.
Selain itu, Putin berniat untuk mengambil wilayah Donetsk dan Luhansk yang sebelumnya dikendalikan Ukraina. Ini untuk membebaskan masyarakat etnis Rusia yang disebutnya mengalami persekusi dari kelompok ultra nasionalis Ukraina.
Sejauh ini belum ada tanda-tanda perdamaian. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan perundingan tidak akan dimulai kembali ketika pasukan Rusia berada di wilayahnya. Diketahui, saat ini Rusia sekitar 18% wilayah Ukraina.